Rabu, 19 Juni 2013

Time: Mursi Orang Paling Berpengaruh ke-4 di Dunia



 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Presiden Mesir Muhammad Mursi menempati urutan ke-4 orang yang paling berpengaruh di dunia versi Majalah Time. Majalah internasional itu juga menyebutkan bahwa Mursi merupakan orang yang paling berpengaruh di Timur Tengah.

Majalah Time mengungkapkan sedikitnya ada dua alasan mengapa Mursi ditempatkan sebagai salah seorang yang paling berpengaruh di dunia. Pertama, Mursi merupakan sipil pertama yang terpilih menjadi Presiden Mesir melalui pemilu yang demokratis. Kedua, Mursi memiliki peran besar dalam “menentukan nasib” Timur Tengah melalui penghentian perang Israel – Palestina dan menyerukan Presiden Suriah Basyar Al-Asad mengundurkan diri.

Selain terpilih secara demokratis, Time menilai Mursi mengapresiasi keragaman dan prulalitas sehingga memasukkan tokoh-tokoh non-muslim dalam jajaran pemerintahannya. Mursi juga mendapatkan poin positif dari atas sikapnya menolak seruan untuk berlaku represif dan mengekang terhadap kelompok liberal maupun sekuler.

Keberanian Mursi dan keseriusannya menjaga perdamaian menjadi pertimbangan berikutnya dari Majalah Time. Time mencatat prestasi Mursi dalam menghentikan perang antara Israel dan Hamas pada perang 8 hari di bulan Nopember 2012. Juga seruan tegas Mursi agar presiden Suriah Basyar Al-Asad mengundurkan diri.

Time juga menyebutkan bahwa tantangan Mursi tidaklah ringan.

Seperti diketahui, dalam satu bulan terakhir Mursi digoyang dengan aksi-aksi kelompok sekuler-liberal. Pada awalnya mereka menuntut dekrit Presiden dibatalkan. Setelah Mursi membatalkan dekrit mereka tak kunjung mengakhiri unjuk rasa yang semakin keras menuntut pembatalan –atau setidaknya penundaan- referendum.

Namun, aksi itu tidak mampu menggagalkan referendum yang digelar sesuai jadwal, Sabtu lalu (15/12). Referendum tahap pertama itu justru menunjukkan lebih dari 56 persen warga Mesir di sepuluh provinsi mendukung Mursi, menyetujui konstitusi baru yang oleh kelompok sekuler-liberal dinilai terlalu islami. [IK/Ikh/bsb]

Indahnya Tawakal


“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)

Ikhwah fillah..
Seorang hamba bertanya kepada dirinya, bagaimanakah caranya kita memiliki keindahan rasa dalam hati pada setiap kegelisahan? Dan yang pasti dan tidak terpungkiri ialah bagaimana cara kita mengingat Allah subhanahu wa ta'ala dalam setiap kegelisahan itu sendiri.

Tak banyak hamba yang memikirkan bagaimana cara ia menyikapi kegelisahan yang ia hadapi dengan keyakinan bahwa kegelisahan itu adalah cara bagaimana Allah subhanahu wa ta'ala mengingatkan ia kepada-Nya.

Mereka mengeluh, namun waktu tak pernah memperdulikan apa yang mereka keluhkan...
Mereka putus asa, namun waktupun terus berputar dan tidak pernah memikirkan apa yang mereka sesalkan..

Al waqtu kassaifi fain lam taqtho’uhu qotho’aka. Waktu itu bagaikan pedang jika kamu tidak memotongnya (memanfaatkannya) maka ia akan memotongmu (NN)

Ikhwah fillah..
Pertolongan manusia, keluarga, teman, atau bahkan sahabat tidaklah lebih dari waktu yang bisa mereka berikan kepada kita yang meminta pertolongan dan tidak selamanya mereka bisa selalu ada ketika kita membutuhkan. Oleh karena itu, janganlah bersedih hati atau bahkan sakit hati dari sikap ketidak bisaan mereka untuk memberikan pertolongan kepada kita. Boleh jadi itu jalan Allah subhanahu wa ta'ala memanggil hambaNya untuk meminta pertolongan kepadaNya.

Rasulullah sholallahu 'alaihi wassalam bersabda:
"...Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, jika kamu memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada Allah..." (H.R Tirmidzi)

Ikhwah fillah...
Ketika kita bisa memilih untuk tegar, mengapa kita harus terhanyut dalam kesedihan..
Ketika kita bisa memilih untuk bertawakal, mengapa kita harus bersusah payah dalam kegelisahan..

Ketika air sungai yang mengalir dengan kesabarannya mampu menemukan muara air lautan, mengapa kita sebagai manusia tidak mampu menemukan keyakinan dalam hati untuk mendapatkan sebuah kebahagiaan.

Kebahagiaan adalah bagaimana kita mempelajari ujian dengan keikhlasan. Sedangkan keikhlasan adalah bagaimana kita memberikan kebahagiaan untuk orang lain dengan kesabaran. Cukuplah Allah subhaahu wa ta'ala sebagai tempat di mana kita mencari pertolongan. Dan cukuplah Rasulullah sholallahu 'alaihi wassalam sebagai contoh bagaimana kita mempelajari kehidupan dengan keikhlasan dan kesabaran.

Ikhwah fillah..
Hanya manusia yang berjiwa tangguh yang mampu memberikan keindahan dalam setiap ujian. Dan hanya orang yang berjiwa lemah yang suka menciptakan angan-angan dalam setiap ujian. Tidak akan pernah ada orang yang sukses tanpa adanya usaha (ikhtiar) sebaliknya tidak akan pernah hadir kesuksesan kepada seseorang tanpa adanya tawakal.

“The higher your expectation is, the more pain you’ll get“ (NN)

Rasulullah sholallahu 'Alaihi wassalam bersabda :
"Sungguh mengagumkan urusannya orang mukmin itu, semua urusannya menjadi kebaikan untuknya...” (HR. Muslim)

Dan ketika kita menggantungkan pengharapan kepada mahluk, maka bersiap-siaplah untuk mengalami rasa kecewa. Sebab manusia adalah tempatnya khilaf/salah. Sedangkan ketika kita menggantungkan pengharapan kedapa Allah subhanahu wa ta'ala, yang akan kita dapatkan adalah kebahagiaan yang menghapus kesedihan dalam setiap lelahnya hidup yang yang tak pernah ada puasnya.

"Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu." (QS. Al Ikhlas: 2)

Tidak akan pernah berhasil seseorang yang hanya bisa bergantung kepada orang lain dalam setiap ikhitarnya. Dan tak akan pernah bisa bahagia seseorang yang hanya bisa melihat kesuksesan orang lain tanpa pernah mau untuk mencobanya. Innallaha Ma'ana..

"Faidza azzamta Fatawakal 'alallah"

Dan cara bagaimana kita bisa tersenyum dalam setiap ujian adalah bagaimana mana kita mengenal Allah subhanahu wa ta'ala dalam setiap ibadah kita.

"Orang yang selalu merasa sedih dalam setiap kehidupannya adalah orang yang tidak pernah mengenal Alllah subhanahu wa ta'ala dalam setiap aktivitasnya" (My wise Word) []

Istidraj






Jika ada di antara kita, saat ini bergelimang banyak harta dan kemewahan atau meraih tahta dan menduduki jabatan bergengsi, jangan buru-buru mengucapkan Alhamdulilah, sebagai ungkapan syukur. Melainkan hendaknya, ia berkaca diri dan intropeksi. 

Sebab, apabila semua itu didapat dari korupsi, suap atau cara-cara haram lainnya, semua kemewahan dunia dan jabatan yang nyaman itu bukanlah ni'mah (nikmat) yang harus disyukuri, melainkan justru merupakan niqmah (malapetaka) yang mesti diwaspadai. 

Dalam terminologi syar'i (Islam) hal ini disebut dengan istidraj. Sebagaimana ditegaskan Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Uqbah bin 'Aamir RA, "Apabila engkau melihat Allah memberi seorang hamba kelimpahan dunia atas maksiat-maksiatnya, apa yang ia suka, maka ingatlah sesungguhnya hal itu adalah istidraj".

Kemudian Rasulullah SAW membaca ayat 44 dari QS Al An'aam [6], yang artinya "Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa" (HR Ahmad no. 17349 dan dishahihkan Al Albani di As Silsilah Ash Shahihah no. 414).

Hadits dan ayat di atas menggariskan sunnatullah dalam kehidupan pendosa dan pelaku maksiat. Terkadang Allah SWT membukakan beragam pintu rizki dan pintu kesejahteraan hidup serta kemajuan dalam banyak aspek kehidupan seperti termaktub dalam redaksi ayat di atas, "Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka". 

Bisa berbentuk kemajuan di bidang ekonomi, pendidikan, teknologi, militer, kesehatan, kebudayaan, stabilitas keamanan dan lain sebagainya.

Ini merupakan istidraj (mengulur-ulur) dan imlaa' (penangguhan) dari Allah bagi mereka sebagaimana firman Allah, "Maka serahkanlah (Ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al Quran). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui, Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat tangguh" (QS Al Qalam [68]: 44-45).

Jadi, ketika ada orang yang tidak shalat, tidak puasa Ramadhan, hidup dalam kubangan maksiat, namun hidupnya makmur, sejahtera dan bergelimang banyak kemewahan, ini adalah istidraj. 

Ketika ada kelompok atau organisasi menghidupi kelompok dan organisasinya dengan uang haram, tapi kelihatannya tambah maju dengan semakin bertambah banyaknya anggota dan pendukungnya serta semakin meluasnya pengaruh dan cabang-cabangnya, ini pun termasukistidraj. 

Ketika seseorang meraih pangkat dan jabatan atau kemenangan dengan cara-cara yang zhalim dan menghalalkan segala cara, sesungguhnya hal ini juga istidraj. 

Demikian pula, kalau ada negara yang kufur kepada Allah, menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah, melegalkan beragam bentuk maksiat, memerangi orang-orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, membatasi atau melarang berbagai aktifitas dakwah, namun secara zhahir tampak maju di beragam aspek kehidupan, hal ini masuk katagori istidraj.

Begitu bahayanya istidraj, sampai-sampai Umar bin Khaththab ra pernah berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu menjadi mustadraj (orang yang ditarik dengan berangsur-angsur ke arah kebinasaan)" (Al Umm, Imam Sayfi'i, IV/157). Maka, waspadalah terhadap istidraj, karena ia adalah kenikmatan yang membinasakan. Na'udzbillahi min dzalik.


Oleh: Dr Ahmad Kusyairi Suhail, MA
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/13/06/18/mol4dl-istidraj

Kamis, 13 Juni 2013

Tiga Gerakan Simple Untuk Tayammum, Jangan Dipersulit!


Yang melatarbelakangi kami membuat tulisan ini adalah, ada pasien di rumah sakit yang kelihatannya agak susah ketika melakukan tayammum. Pertama,  Kesusahan mencari “debu” yang ia gunakan untuk bertayammum, ia harus mencari dinding yang putih dan bersih, tidak pernah disentuh sebelumnya. Bahkan terkadang minta dibawakan wadah berisi tanah dan debu bersih untuk bertayammum. Kemudian gerakannya juga hampir mirip dengan gerakan wudhu, padahal gerakan tayammum sangat sederhana. Berikut sedikit pembahasannya.

Maksud “debu” dalam ayat Tayammum
Dalam ayat Al-Quran disebutkan,
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ
فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ
“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau berhubungan badan dengan perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan permukaan bumi yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu”. (Qs. Al Maidah: 6).
Maksud debu atau “shaid” adalah semua permukaan bumi baik berupa batu, pasir, kayu, pintu, dinding, baik yang kering ataupun yang lembab. Jadi tidak perlu repot-repot dibawakan debu atau pasir bersih atau mencari benda yang banyak debu di permukannya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
جُعِلَتِ الأَرْضُ كُلُّهَا لِى وَلأُمَّتِى مَسْجِداً وَطَهُوراً
“Dijadikan (permukaan) bumi seluruhnya bagiku (Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam) dan ummatku sebagai tempat untuk sujud dan sesuatu yang digunakan untuk bersuci[1]
Bahkan Beliau menggunakan tembok untuk tayammum.
عَنْ عُمَيْرٍ مَوْلىََ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ أَقْبَلْتُ أَنَا وَعَبْدُ اللهِ بنُ يَسَارٍ مَوْلَى مَيْمُوْنَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ  حَتَّى دَخَلْنَا عَلىَ أَبِيْ جُهَيْمِ بنِ الْحَارِثِ بْنِ الصِّمَّةِ الأَنْصَارِيِّ فَقَالَ أَبُوْ جُهَيْمِ أَقْبَلَ النَّبِيُّ  مِنْ نَحْوِ بِئْرِ جَمَلٍ فَلَقِيَهُ رَجُلٌ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ النَّبِيُّ  حَتَّى أَقْبَلَ عَلَى الْجِدَارِ فَمَسَحَ بِوَجْهِهِ وَيَدَيْهِ ثُمَّ رَدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ
Dari ‘Umair maula Ibnu Abbas berkata: Saya dan Abdullah bin Yasar -pembantu Maimunah, istri Nabi n- pernah menemui Abu Juhaim bin Harits bin Shimmah Al-Anshari. Abu Juhaim bercerita: “Nabi kembali dari Bi’r Jamal (sebuah kota terkenal dekat kota Madinah) lalu seseorang bertemu dengan beliau seraya mengucapkan salam, Nabi tidak menjawabnya hingga beliau menemukan tembok dan mengusap wajah dan tangannya kemudian menjawab salam orang tadi”.[2]

Tiga gerakan simple tayammum
Tiga gerakan itu adalah:
1.menepuk permukan bumi (misalnya dinding) dengan kedua telapak tangan sekali tepuk kemudian meniupnya
2.mengusap punggung telapak tangan kanan dan kiri bergantian sampai telapak tangan dengan sekali usap
3.mengusap wajah dengan kedua tangan sekali usap

hadits ‘Ammar bin Yasir radhiallahu ‘anhu menjelaskan tata cara tersebut,
بَعَثَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى حَاجَةٍ فَأَجْنَبْتُ ، فَلَمْ أَجِدِ الْمَاءَ ، فَتَمَرَّغْتُ فِى الصَّعِيدِ كَمَا تَمَرَّغُ الدَّابَّةُ ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَصْنَعَ هَكَذَا » . فَضَرَبَ بِكَفِّهِ ضَرْبَةً عَلَى الأَرْضِ ثُمَّ نَفَضَهَا ، ثُمَّ مَسَحَ بِهَا ظَهْرَ كَفِّهِ بِشِمَالِهِ ، أَوْ ظَهْرَ شِمَالِهِ بِكَفِّهِ ، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam mengutusku untuk suatu keperluan, kemudian aku mengalami junub dan aku tidak menemukan air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya hewan yang berguling-guling di tanah. Kemudian aku ceritakan hal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam. Lantas beliau mengatakan, “Sesungguhnya cukuplah engkau melakukannya seperti ini”. Seraya beliau memukulkan telapak tangannya ke permukaan bumi sekali pukulan lalu meniupnya. Kemudian beliau mengusap punggung telapak tangan (kanan)nya dengan tangan kirinya dan mengusap punggung telapak tangan (kiri)nya dengan tangan kanannya, lalu beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.”[3]
Dalam riwayat yang lain,
وَمَسَحَ وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ وَاحِدَةً
“Dan beliau mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya dengan sekali usapan”.[4]
Demikianlah gerakan simple dari tayammaum yang memakan waktu kurang dari 30 detik. Memang sangat berguna bagi orang yang sakit dan agak sulit bergerak atau berguna bagi orang yang mengalami kesusahan selain sakit.

@Lab Patologi Klinik RS Sardjito, 1 Sya’ban 1434 H
Penyusun:  dr. Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com

Minggu, 09 Juni 2013

Mengapa Rasul Memerintahkan Padamkan Lampu Di Malam Hari

 
                                                                                                                                                       RASUL  Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kita untuk memadamkan lampu-lampu di malam hari (ketika hendak tidur), dan setelah beberapa tahun dilakukan pengkajian ilmiah modern tentang efek cahaya terhadap manusia dan lingkungannya, maka kajian itu mengatakan:” SUngguh benar Nabinya kaum kaum Muslimin.” Maka mematikan lampu di malam hari adalah salah satu bentuk mukjizat ilmiah Nabawiyah yang melindungi manusia dan lingkungannya dan pencemaran cahaya, yang muncul disebabkan cahaya yang berlebih, yang mengenai tubuh seseorang di malam hari.
Hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Tentang Masalah Ini

Nabi kita yang tercinta, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan kita tentang bahaya lampu, apabila kita membiarkannya menyala ketika kita tidur. Dan peringatan dari Nabi tersebut terdapat dalam banyak riwayat, di antaranya ada yang disebutkan alasan dari peringatan tersebut, yaitu khawatir terjadi kebakaran, dan sebagiannya lagi tidak disebutkan alasan dari perintah memadamkan lampu di malam hari, agar perintah tersebut berlaku umum, dan sebagai bentuk kasih sayang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada seluruh makhluk di setiap tempat dan zaman. Di antara hadits-hadts tersebut adalah sebagai berikut:

Riwayat-riwayat yang disebutkan di dalamnya alasan untuk memadamkan lampu ketika hendak tidur di malam hari.

1. Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Pada suatu malam terjadi kebakaran di salah satu rumah penduduk di Madinah (ketika penghuninya tertidur). Lalu hal itu diceritakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda:” Sesungguhnya api ini adalah musuh kalian, karena itu apabila kalian hendak tidur, maka padamkanlah ia lebih dahulu.” (HR. al-Bukhari)

2. Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tutuplah tempat air kalian, pintu rumah kalian, dan matikanlah lampu-lampu kalian, karena bisa jadi tikus akan menarik sumbu lampu sehingga mengakibatkan kebakaran yang menimpa para penghuni rumah.” (HR. al-Bukhari)

3. Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersada: “Tutuplah oleh kalian bejana-bejana, rapatkanlah tempat-tempat minuman, tutuplah pintu-pintu, dan matikanlah lampu, karena setan tak dapat membuka ikatan tempat minum, pintu, dan bejana. Jika kalian tak mendapatkan penutupnya kecuali dengan membentangkan sepotong batang kayu kecil di atas bejananya dan menyebut nama Allah, maka lakukanlah. Karena tikus dapat merusak pemilik rumah dengan membakar rumahnya.” (HR. Muslim)

4. Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersada: “Tutuplah oleh kalian pintu rumah, ikatlah kantong air tempat minuman, tutuplah bejana-bejana, dan matikanlah lampu, karena setan tak dapat membuka pintu terturup, melepas ikatan tempat minum, dan membuka bejana. Dan
sesungguhnya tikus dapat merusak pemilik rumah dengan membakar rumahnya.” (HR. imam Malik dalam al-Muwatha’ dan at-Tirmidzi dalam Sunan-nya dan dishahihkan oleh al-Albani rahimahumullah)

Dan masih ada lagi beberapa riwayat yang lain.

Riwayat-riwayat yang tidak disebutkan di dalamnya alasan untuk memadamkan lampu ketika hendak tidur di malam hari.

1. Dari Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Padamkanlah lampu-lampu di malam hari pada saat kalian tidur di malam hari, kuncilah pintu dan tutuplah bejana, makanan dan minuman.” (HR. al-Bukhari)

2. Dari Jabir radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersada: “Apabila malam telah datang (setelah matahari tenggelam), tahanlah anak-anak kalian (dari keluar rumah), karena setan bertebaran ketika itu. Apabila telah berlalu sesaat dari waktu ‘Isya biarkanlah mereka, tutuplah pintumu, dan matikanlah lampu serta sebutlah nama Allah (mengucapkan bismillah pen)…” (HR. Al-Bukhari)

Penjelasan Hadits

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata di dalam Fathul Bari, menukil perkataan dari imam al-Qurthubi rahimahullah:” Perintah dan larangan dalam hadits ini adalah bentuk bimbingan (pengarahan).” Beliau mengatakan:’ Dan mungkin juga bermakna anjuran (sunnah)’ Dan imam Nawawi rahimahullah menegaskan bahwa hal itu adalah sebagai bimbingan, karena hal itu adalah untuk kemaslahatan duniawi.’ Namun dikomentari bahwasanya hal itu terkadang dapat mendatangkan maslahat secara agama, yaitu penjagaan terhadap jiwa yang haram untuk dibunuh, dan penjagaan terhadap harta yang diharamkan untuk dihambur-hamburkan.

Dalam hadits-hadits ini disebutkan bahwa seseorang jika tidur seorang diri, dan di dalam rumhanya ada api, maka wajib bagi dia untuk memadamkannya sebelum tidur, atau melakukan sesuatu yang membuatnya aman dari kebakaran. Demikian juga kalau di dalam rumah ada sekelompok orang, maka wajib atas sebagaian mereka (memadamkannya), dan yang paling berkewajiban adalah yang paling terakhir tidur.”

Pandangan Ilmuwan Modern

Para ilmuwan saat ini berbicara tentang polusi cahaya pada malam hari, serta berbicara tentang bahaya terkena cahaya yang berlebih, terutama saat tidur.

Sebuah riset ilmiyah terbaru menegaskan bahwa tetap menyalanya lampu pada saat tidur akan mempengaruhi proses biologis yang ada di dalam otak manusia, dan hal tersebut akan menyebabkan gangguan-gangguan yang mengakibatkan kegemukan. Oleh karena itu para ilmuwan berpesan agar kita senantiasa mematikan lampu pada malam hari dalam rangka memelihara kesehatan tubuh dan otak. Dan Subhanallah, pesan yang baru diketahui oleh para ilmuwan pada abad 21, telah disampaikan sebelumnya oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sejak 14 abad yang lalu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits shahih: “Padamkanlah lampu-lampu di malam hari pada saat kalian tidur di malam hari, kuncilah pintu dan tutuplah bejana, makanan dan minuman.” (HR. al-Bukhari) [alsofwah]

Silaturrahmi Meluaskan Rezeki dan Memperpanjang Umur




Manfaat lain dari membina hubungan antar sesama—atau dalam bahasa Islamnya adalah silaturrahim—adalah bahwa ia bisa membuat rezeki seseorang menjadi bertambah luas dan memperpanjang usia. Hal ini disitir dari hadits Nabi Saw yang berbunyi:
”Siapa yang ingin rezekinya diperluas dan umurnya panjang maka hendaknya ia bersilaturrahmi.”
(HR. Bukhari)

Apakah maksud dari sabda Nabi Saw ini?! Mungkin banyak orang di antara kita yang menyanggah bukankah rezeki dan umur sudah Allah SWT tetapkan bahkan sebelum kita dilahirkan?!
Maka dalam menyikapi hadits shahih dari Rasulullah Saw kita harus memiliki pandangan yang bijak, sebab boleh jadi apa yang disampaikan Rasulullah Saw ini adalah makna tersirat bukan yang tersurat.
Beberapa makna yang dapat saya pahami dari hadits ini antara lain adalah:
1. Allah SWT akan memanjangkan umur sebab silaturrahmi. Karena kita rajin menjalin dan membina hubungan baik dengan sesama, maka kita akan dicintai dan disenangi orang. Meski kita sudah wafat berkalang tanah sekalipun, namun nama kita masih disebut dan dikenang orang. Coba Anda perhatikan tokoh-tokoh besar yang jasanya masih disebut orang hingga sekarang. Karena kebaikan hubungan yang pernah mereka bangun, dan jasa mereka terhadap orang lain, meski sudah wafat pun ia tetap dikenang orang dan itu menjadi doa kebaikan untuknya.
2. Silaturrahmi dapat memanjangkan umur juga bisa dipahami bahwa Allah SWT memberi keberkahan pada seseorang. Katakanlah untuk menjadi seorang dokter spesialis seseorang harus menimba ilmu bertahun-tahun. Saat ia praktik pun ia boleh memasang tarif sekehendak hatinya. Namun bila ada seseorang yang rajin menjalin hubungan baik dan suka bersilaturrahmi kepada dokter spesialis ini, tentu sang dokter akan enggan menerima bayaran dari orang baik tersebut. Ini boleh jadi yang disebut sebagai menambah rezeki. Dan disamping itu, orang baik yang suka bersilaturrahmi kepada dokter ini boleh bertanya apa saja kepada dokter tentang ilmu yang dokter kuasai tanpa harus kuliah kedokteran yang memakan waktu bertahun-tahun. Pria itu bisa dapat informasi tentang ilmu medis dalam waktu singkat tanpa harus buang-buang umur. Bukankah ini yang namanya panjang umur?! Apalagi, sang dokter pastilah akan dengan senang hati menjawab semua pertanyaan orang baik ini yang senantiasa menjaga hubungan silaturrahmi.
3. Saya baru-baru ini terkesima membaca sebuah artikel guratan Hendro Prasetyo di internet yang menyingkap hikmah dari sebuah kebiasaan silaturrahmi. Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa antara tahun 1965–1974 ada dua orang ahli epidemi penyakit yang melakukan riset pada gaya hidup dan kesehatan penduduk Alameda County, California yang berjumlah 4.725 orang.
Hasil menarik dari riset itu adalah bahwa mereka menemukan bahwa angka kematian tiga kali lebih tinggi pada orang yang eksklusif (tertutup) dibandingkan orang-orang yang rajin bersilaturrahmi dan menjalin hubungan.
Pada artikel tersebut juga disampaikan bahwa ada sebuah riset yang pernah dilakukan pada penduduk Seattle ditahun 1997. Riset tersebut menyimpulkan bahwa biaya kesehatan lebih rendah didapati pada keluarga yang suka bersilaturrahmi dengan orang lain, dan konon keluarga yang seperti ini jauh lebih sehat dibandingkan keluarga-keluarga lain.
MacArthur Foundation di AS mengeluarkan kesimpulan sejalan yang menyatakan bahwa manusia lanjut usia (manula) bisa bertahan hidup lebih lama itu karena disebabkan mereka kerap bersilaturrahmi dengan keluarga dan kerabat serta rajin hadir dalam pertemuan-pertemuan.
Subhanallah…, begitu dahsyatnya manfaat silaturrahmi yang diajarkan oleh Rasulullah Saw hingga ilmu pengetahuan modern telah membuktikan kebenaran bahwa ia dapat memperpanjang umur!!!
Lalu bagaimana silaturrahmi bisa menambahkan rezeki?! Rezeki bisa mudah dicari selagi kita punya hubungan baik dengan sesama. Karena suka berbuat baik terhadap orang lain, maka mereka pun akan berbuat baik kepada kita. Inilah yang seterusnya akan berkembang menjadi trust, kepercayaan, amanah. Bagaimana seseorang akan mempercayakan hartanya kepada kita untuk diurus dan dikelola, kalau kita tidak mempunyai hubungan baik kepadanya?
Seorang sosiolog Harvard bernama Mark Granovetter melakukan riset pada cara bagaimana orang mendapatkan pekerjaan. Riset ini dilakukan pada tahun 1970-an. Ia menemukan bahwa mayoritas orang mendapat pekerjaan berdasarkan koneksi pribadi. Karena koneksi atau hubungan silaturrahmi itulah seseorang mendapatkan pekerjaan.
Silaturrahmi yang mendatangkan rezeki barangkali terjawab dalam beberapa pengalaman ini;
Suatu hari ayah berpesan pada saya agar selalu datang setiap pagi ke rumah orang tua sebelum berangkat mencari nafkah. Beliau meminta ini sebab berkaca kepada seorang ibu janda yang sukses dalam mendidik anak-anaknya.
Saat ditanya oleh ayah saya, ibu itu selalu berpesan kepada ketiga anaknya untuk mencium tangannya terlebih dahulu sebelum mereka semua memulai aktifitas hari-hari mereka. Ketika anak-anaknya pergi meninggalkan rumah, ibu itu mengantarkan mereka dengan iringan doa hingga Allah beri keberkahan dan kebaikan yang banyak untuk anak-anaknya.
Seorang sahabat bernama Hisyam Said. Seperti kebanyakan pengusaha, maju-mundur bisnis adalah hal biasa. Namun belakangan ini bisnis fast food yang ia jalani begitu cepat berkembang. Puluhan outlet bernama Paparon Pizza sudah mengisi sudut-sudut kota di tanah air. Hisyam menyadari bahwa bisnis yang ia jalani amat erat bergantung dengan keridhaan ummi atau ibunya. Meski kantor pusat pizza tersebut berada di Warung Jati, Jakarta Selatan, namun ia malah memilih berkantor di kawasan Kramat, Jakarta Pusat. Di sana setiap pagi dan sore, Hisyam bisa mengunjungi umminya yang sudah berusia 80 tahun lebih dan menghiburnya di masa-masa tua usianya.
“Ridhallahi fi ridhal waalidaini, wa sukhtullahi fii sukhtil walidaini.” Keridhaan Allah bergantung pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan Allah juga berlaku sedemikian.
Demikianlah keberkahan Allah yang diturunkan bagi hamba-hambaNya yang kerap menyambungkan tali silaturahmi. *** 
Bobby Herwibowo, Lc.

DIAM ITU EMAS



Diam itu bukan berarti kosong,
Diam itu bukan berarti hampa,
Diam itu bukan berarti tidak mengerti,
Diam itu bukan berarti tak peduli,
Diam itu penutup segala kebodohan,
Diam itu perhiasan tanpa berhias,
Diam itu kehebatan tanpa kerajaan,
Diam itu benteng tanpa pagar,
Diam itu penutup segala aib,
Diam itu ibadah yang tanpa bersusah payah,
Diam itu perhiasan bibir tanpa berhias dengan pemerah,
Diam itu kekayaan tanpa meminta kepada orang,
Diam itu istirahat bagi kedua malaikat pencatat amal.
Tapi …
Jangan diam saat orang bekerja
Jangan diam saat kejujuran dikoyak
Jangan diam saat keburukan ada didepanmu
Jangan diam saat hatimu pilu, berdzikirlah supaya hatimu tenang
Jangan diam saat harus bicara
Jangan diam saat ditanya, meski jawabnya ‘tidak tahu’
Jangan diam saat imam selesai membaca Al-Fatihah.. bacalah Amin..
Jangan diam saat Engkau berdoa
Diam yang baik itu…
Diam sedang menyerap ilmu,
Diam ingin mencari makna,
Diam sedang merajut asa,
Diam sedang memperhatikan,
Diam karena ilmu nya orang tua,
Diam karena mendengarkan,
Diam sedang menahan ghibah dan dusta,
Diam sedang menahan amarah,
Diam sedang berpikir,
Diam sedang berdoa dalam hati,
Diam sedang mencari solusi.
Diam sedang menyembunyikan keikhlasan,
Itulah kenapa… DIAM itu EMAS..
=============
Sungguh lidah memang tak bertulang, setiap gerakannya akan menggetarkan pita suara, dan suara yang keluar jika tak bernilai kebaikan sebaiknya diam, dan mustinya harus selalu diingat bahwa setiap gerakan lidah akan dimintai pertanggungjawaban oleh  ALLAH di peradilan ALLAH nanti.
Iya lidah dan ucapan akan dihisab, bicara apa dan berkata apa. Di peradilan ALLAH tidak ada pengacara yang akan membela. Di sana lidah hanya akan berkata jujur tentang semua yang pernah diucapkannya, dan betullah seharusnya kita DIAM ketika tidak bisa berkata benar.
“Kalau dihina ?” gak usah dibalas dengan hinaan. rugi mengotori lidah dengan menghina orang itu lagi. Ketika ada orang yang menghina, sesungguhnya orang itu sedang menghina dirinya sendiri. Ketika membalas dengan hinaan, apa bedanya dengan dia.  Jangan.. jangan..  pahala dan energi bisa habis hanya untuk membalas sesuatu yang gak penting lagi buat kita bukan? biarkan saja… sudahi dengan DIAM dan senyum manis.
Berhati-hatilah, karena lidah lebih tajam dari pedang (pesan sayyidina Umar bin Khottob).
Kata orang ”Setan itu mencari sahabat sahabatnya dan ALLAH melindungi kekasih kekasihNYA” salah satu agar dicintai ALLAH dan menjadi kekasih ALLAH adalah dengan menjadi ahli dzikir dan sifat dari para ahli dzikir itu “diamnya dzikir, bicaranya dakwah” …
==========
Firman-ALLAH, “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. Yaitu, ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya, yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada satu ucapan pun yang diucapkannya melainkan di dekatnya ada malaikat yang selalu hadir. (QS Qaf: 16-18).
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam”. (Riwayat BUKHARI & MUSLIM)
Barangsiapa diam maka ia terlepas dari bahaya”.(Riwayat AT-TARMIZI)
Allah memberi rahmat kepada orang-orang yang berkata baik lalu mendapat keuntungan, atau diam lalu mendapat keselamatan.” (HR Ibnu Mubarak).

Selasa, 04 Juni 2013

Adab dan Akhlak Mulia

Hiasilah diri dengan adab dan akhlak mulia
Islam meninggikan dan mengutamakan orang-orang yang mau menghiasi diri mereka dengan akhlak yang mulia. Dalam sebuah hadits,Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,Sebaik-baik kalian adalah yang paling mulia akhlaknya” (HR Bukhari dan Muslim)
Dan beliau juga bersabda, Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan yang paling dekat tempattinggalnyadenganku pada hari kiamat adalah yang paling mulia akhlaknya” (HR. Tirmidzi, shahih)
Dengan adab dan akhlak mulia pulalah kelak pada hari kiamat timbangan kebaikan seseorang bisa lebih berat daripada timbangan kejelekannya sebagaimana sabda Nabi, “Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang mulia” (HR. Tirmidzi, shahih)
Sumber adab dan akhlak mulia
Jikalah seseorang mau mempelajari bagaimana adab dan akhlak yang melekat pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tentu itu lebih dari cukup baginya. Tidaklah perlu lagi seseorang mempelajari berbagai ilmu etika yang bersumber dari negara barat atau kebudayaan mana pun. Segala adab dan akhlak yang mulia tersebut sudah beliau contohkan dan praktikkan dalam kehidupan beliau. Sebagaimana Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah” (QS. Al Ahzab: 21). Dan firman-Nya (yang artinya), Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (QS. Al Qalam: 4)
Bahkan mencontohkan dan mempraktikkan adab dan akhlak mulia adalah salah satu tugas utama yang beliau emban sebagai seorang rasul, sebagaimana beliau bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR Bukhari dalam Al Adabul Mufrad)
Dengan demikian, jika seseorang ingin mempelajari adab dan akhlak mulia maka tiada lain sumbernya adalah Al Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kepada Siapa dan Dimana Harus Beradab dan Berakhlak Mulia?
Jika ditinjau dari objeknya, adab dan akhlak mulia di dalam Islam bisa ditemui dilima objek:
  1. Adab kepada Allah, yaitu adab bagaimana seseorang berinteraksi dengan Allah dan syariat-Nya, semisal dalam beribadah, berdoa, bertawakkal, berprasangka, bersyukur, dan takut kepada Allah.
  2. Adab kepada Al Quran, yaitu adab bagaimana seseorang berinteraksi dengan Al Quran, semisal bagaimana adab membacanya, menghafalnya, menjaganya, dan mengamalkannya.
  3. Adab kepada Rasulullah, yakni bagaimana adab seseorang berinteraksi dengan Rasulullah dan ajarannya, semisal bagaimana mencintai, mentaati, dan memuliakan beliau.
  4. Adab kepada diri sendiri, semisal bagaimana seseorang mensucikan dirinya, baik secara zohir dan secara batin.
  5. Adan kepada makhluk Allah, semisal kepada orang tua, guru, karib kerabat, tetangga, dan masyarakat secara umum. Termasuk juga bagaimana berinteraksi dengan binatang dan tumbuhan.
Atau jika ditinjau dari dari keadaannya, adab dan akhlak mulia yang diatur oleh Islam juga bisa ditemukan ketika makan, minum, berkendara, berbicara, tidur, mandi, menuntut ilmu, berpakaian, dan seterusnya, yang tak satu pun keadaan di dalam kehidupan keseharian ini kecuali telah diatur bagaimana adab dan akhlaknya.
Beradab dan berakhlak mulia dalam bermasyarakat
Dengan penjelasan demikian, maka bisa diketahui bahwa dalam setiap detil kehidupan ini, Islam telah mengatur bagaimana seseorang harus beradab dan berakhlak mulia padanya. Diantara adab yang semakin lama semakin penting untuk dipelajari dan diamalkan adalah adab dan akhlak di dalam bermasyarakat. Hal tersebut dikarenakan manusia adalah makhluk sosial yang satu sama lain saling berinteraksi dengan interaksi yang semakin lama semakin kompleks. Agar di dalam interaksi sosial tersebut tidak tercipta adanya gesekan-gesekan yang bisa berujung pada problematika sosial, seperti kekerasan, kerusuhan, kesenjangan, dan lain-lain, maka penting bagi seseorang untuk mengetahui adab dan akhlak yang diajarkan oleh Islam di dalam bermasyarakat.Berikut di antara sedikit contoh bagaimana beradab dan berakhlak mulia di dalam bermasyarakat berserta ayat dan hadits yang memerintahkannya:
[1[ Cintailahsaudaramu sebagaimana mencintai diri sendiri
Tidak beriman seseorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri” (HR. Bukhari dan Muslim).
[2] Muliakan tamu dan tetanggamu
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR. Bukhari dan Muslim)
[3] Berbuat baiklah kepada temanmu
Sebaik-baik teman di sisi Allah Ta’ala adalah yang paling berbuat baik kepada temannya” (HR. Tirmidzi, shahih)

[4] Tolonglah saudaramu yang kesulitan
Barang siapa yang membantu seorang muslim dan menghilangkan kesulitan yang ada pada dirinya dari kesuliatan-kesulitan dunia, maka Allah akan hilangkan baginya kesuliatan dari kesulitan-kesulitan di hari kiamat kelak” (HR. Muslim)
[5] Balaslah kejelekan orang lain dengan kebaikan
Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah” (QS. Asy Syura : 40)
[6] Berterimakasihlah atas kebaikan orang lain
Tidaklah bersyukur kepada Allah seseorang yang tidak berterima kasih kepada manusia” (HR. Bukharidalam Al AdabulMufrad)
[7] Tebarkanlah salam
Maukah kalian aku tunjukkan suatu amalan yang jika kalian kerjakan niscaya kalian akan saling mencintai? Tebarkanlah salam di antara kalian(HR. Tirmidzi, shahih)
[8] Hormati yang tua, sayangi yang muda
Bukanlah termasuk golongan kami, orang yang tidak menghormati yang lebih tua, dan tidak menyayangi yang lebih muda…” (HR. Ahmad, hasan)
[9] Amankan tangan dan lisanmu
Seorang muslim yang baik adalah yang membuat kaum muslimin yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya” (HR. Bukhari)
Penutup
Demikian sedikit pembahasan mengenai adab dan akhlak mulia di dalam Islam. Sepatutnya kita pula bermohon kepada Allah agar senantiasa diberikan akhlak yang mulia dengan doa yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allāhumma kamaa hassanta khalqi, fahassin khuluuqi(Ya Allah, sebagaimana Engkau telah membaguskan tubuhku, maka baguskanlah akhlakku)” (HR. Ahmad, shahih)
Penulis : Muhammad Rezki Hr, S.T. // Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta
Muroja’ah : UstadzArisMunandar, M.PI
Ziyadah : ILMU DUNIA DAN ILMU AGAMA
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…” (QS. Al Mujadalah : 11)
Dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala memuliakan dua golongan manusia dengan mengangkat derajat mereka dengan beberapa derajat, yaitu orang yang beriman dan orang yang diberi ilmu. Orang yang beriman sudah jelas dengan imannya dia memang pantas untuk mendapatkan kemuliaan dari Allah, namun yang menjadi pertanyaan adalah siapakah yang dimaksud oleh Allah sebagai orang yang diberi ilmu? Dan apakah ilmu itu adalah ilmu agama (syar’i) atau ilmu dunia?
Ilmu syar’i adalah ilmu yang sesungguhnya
Syaikh’Utsaimin mengatakan, “Adapun ilmu yang kita maksud adalah ilmu syar’i, -yaitu- ilmu yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya berupa keterangan dan petunjuk. Maka ilmu yang di dalamnya terkandung pujian dan sanjungan adalah ilmu wahyu, yaitu ilmu yang diturunkan oleh Allah saja. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Dia akan menjadikannya faham tentang agamanya” (HR. Bukhari). (Lihat Kitabul ‘Ilmi)
Bagaimana dengan ilmu dunia?
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu (yaitu orang-orang kafir Mekah)dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya (semisal orang munafik, yahudi) sedang Allah mengetahuinya”. (QS : Al Anfal:60).
Syaikh As Si’dirahimahullah mengatakan, ”Yang dimaksud dengan “kekuatan apa saja yang kamu sanggupi” adalah semua hal yang kalian mampu baik itu berupa kekuatan yang bersifat akal pikiran (non fisik), fisik serta persenjataan dan lain sebagainya berupa hal-hal yang dapat membantu untuk memerangi mereka. Maka termasuk dalam hal tersebut bidang perindustrian peralatan perang berupa artileri, senapan mesin, peluru, pesawat, armada darat dan laut, benteng pertahanan, pesawat perang. Demikian juga strategi yang membuat kaum muslimin terdepan dan mampu mencegah keburukan yang diberikan lawan-lawan mereka, mempelajari cara-cara menembak, meningkatkan keberanian dan semangat dan perencanaan”. (Taisir Karimir Rohman, hal 302)
Kesimpulan
Dapat kita simpulkan Ilmu yang Allah ‘Azza wa Jalla puji dalam Al Qur’an dan melalui lisan Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam adalah ilmu agama. Namun demikian tidak dapat kita pungkiri bahwa ilmu yang lain pun mengandung manfaat, dengan memperhatikan dua batasan. Jika ilmu itu bisa membantu dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah dan membela agama-Nya serta bermanfaat bagi manusia, maka ilmu itu merupakan ilmu yang baik dan bermanfaat. Intinya ilmu selain ilmu agama (yakni ilmu dunia) yang bisa menjadi sarana kebaikan ataupun sarana kejelekan, maka hukumnya sesuai dengan pemanfaatannya. Wallahul muwaffiq.
Penulis : HasimIkhwanudin// SantriMa’had Al ‘Ilmi Yogyakarta

10 Teman Iblis




Dalam riwayat Imam Bukhari, diceritakan, suatu saat ketika sedang duduk, Rasulullah saw didatangi seseorang. Rasul bertanya kepadanya: “Siapa Anda?” Ia pun menjawab: “Saya Iblis.” 

Rasul bertanya lagi, apa maksud kedatangannya. Iblis menceritakan kedatangannya atas izin Allah untuk menjawab semua pertanyaan dari Rasulullah saw.

Kesempatan itu pun digunakan Rasulullah saw untuk menanyakan beberapa hal. Salah satunya mengenai teman-teman Iblis dari umat Muhammad saw yang akan menemaninya di neraka nanti? Iblis menjawab, temannya di neraka nanti ada 10 kelompok.

Yang pertama, kata Iblis, haakimun zaa`ir (hakim yang curang). Maksudnya adalah seorang hakim yang berlaku tidak adil dalam menetapkan hukum. Ia menetapkan tidak semestinya. 

Tak hanya hakim, dalam hal ini bisa juga para penegak hukum secara umum, seperti polisi, jaksa, pengacara, dan juga setiap individu, karena mereka menjadi hakim dalam keluarganya.

Yang kedua, kata Iblis, ghaniyyun mutakabbir (orang kaya yang sombong). Ia begitu bangga dengan kekayaan dan enggan mendermakan untuk masyarakat yang membutuhkan.
Dia menganggap, semua yang diperolehnya merupakan usahanya sendiri tanpa bantuan orang lain. Contohnya seperti Qarun.

Ketiga, taajirun kha’in (pedagang yang berkhianat). Ia melakukan penipuan, baik dalam hal kualitas barang yang diperdagangkan, maupun mengurangi timbangan. 

Bila membeli sesuatu, dia selalu meminta ditambah, namun saat menjualnya dia melakukan kecurangan dengan menguranginya.

Disamping itu, ia menimbun barang. Membeli di saat murah, dan menjualnya di saat harga melambung tinggi. Dengan begitu, dia memperoleh untung besar.
Demikian juga pada pengerjaan proyek tertentu, ia membeli barang dengan kualitas rendah untuk meraih keuntungan berlipat (mark up).

Kelompok keempat yang menjadi teman Iblis adalah syaaribu al-khamr(orang yang meminum khamar). Minuman apapun yang memabukkan, ia termasuk khamar. Misalnya arak, wine, wisky, atau minuman yang sejenisnya.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, peminum khamar (pemabuk) dikatakan tidak beriman, jika dia meninggal nanti masih terdapat khamar dalam tubuhnya.

Yang kelima, al-fattaan (tukang fitnah). Fitnah lebih berbahaya dari pada pembunuhan (al-fitnatu asyaddu min al-qatl). Lihat QS al-Baqarah [2]: 191.

Membunuh adalah menghilangkan nyawa lebih cepat, namun fitnah ‘membunuh’ seseorang secara pelan-pelan. Fitnah ini bisa pula ‘pembunuhan’ karakter seseorang. 

Fitnah itu di antaranya, mengungkap aib seseorang yang kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan, gosip, ghibah, dan lainnya.

Keenam adalah shaahibu ar-riya` (orang yang suka memamerkan diri). Mereka selalu ingin menunjukkan kehebatan dirinya, menunjukkan amalnya, kekayaannya, dan lainnya. Semuanya itu demi mendapatkan pujian.

Ketujuh, //aakilu maal al-yatiim// (orang yang memakan harta anak yatim). Mereka memanfaatkan harta anak yatim atau sumbangan untuk anak yatim demi kepentingan pribadi atau kelompoknya. Lihat QS al-Ma`un [107]: 1-7.

Kedelapan, al-mutahaawinu bi al-shalah (orang yang meringankan shalat). Mereka memahami perintah shalat adalah kewajiban, namun dengan berbagai alasan, akhirnya shalat pun ditinggalkan. Allah juga mengancam Muslim yang melalaikan shalat.

Kesembilan, maani’u az-zakaah (orang yang enggan membayar zakat). Mereka merasa berat untuk mengeluarkan zakat, walaupun tujuan zakat untuk membersihkan diri dan hartanya.

Teman Iblis yang ke-10 adalah man yuthiilu al-amal (panjang angan-angan). Enggan berbuat, namun selalu menginginkan sesuatu. Dia hanya bisa berandai-andai, tapi tak pernah melakukan hal itu. Wallahu a’lam.

Oleh Syahruddin El-Fikri

Yulio Muslim da Costa: Mualaf Hafal Alquran 30 Juz





Acara siraman rohani agama Islam yang ditayangkan televisi nasional menarik perhatiannya.

Man Jadda Wajada. Barang siapa bersungguh-sungguh, pastilah ia berhasil
Ungkapan seorang bijak yang biasa dihafal kalangan santri itu benar-benar diamalkan Yulio Muslim da Costa, seorang mualaf asal Timor Timur.
Berkat kerja keras dan kesungguhannya, Yulio Muslim pun akhirnya mampu menghafal Alquran sebanyak 30 juz.

Sebelum memeluk Islam, ia bernama Yulio da Costa Freitas. Yulio terlahir dari keluarga yang amat sederhana, 33 tahun silam, tepatnya 5 Januari 1977 di Dusun Baruwali, Lautem, Timor Timur, kini Timor Leste.
Ia adalah seorang penganut Katolik yang aktif. Selain taat dengan keyakinannya, ia juga dipercaya sebagai pembantu pastor dalam setiap kegiatan rutinitas gereja, terutama dalam setiap acara misa mingguan.

Seiring waktu, keimanannya mulai goyah. Setelah tiga tahun membantu pastor di gereja, Yulio mengaku sering mendengar bisikan di antara teman-temannya yang ragu akan kebenaran agama yang dipeluknya.

Terlebih, sanak saudaranya banyak yang memeluk Islam. Hati Yulio pun semakin gundah. Perlahan-lahan keyakinannya terhadap agama Katolik yang dianutnya mulai meluntur.

Yulio pun mulai melirik agama Islam. Acara siraman rohani agama Islam yang ditayangkan televisi nasional mulai menarik perhatiannya.

Jalan menuju Islam akhirnya terbuka. Suatu hari, Ustaz Zakaria Fernandes, salah satu pamannya yang menjadi dai di Lautem, mulai mendekati dan mengajaknya masuk Islam.

Yulio pun tertarik dengan ajakan sang paman. Terlebih, dengan masuk Islam ia memiliki kesempatan untuk bersekolah di Pulau Jawa.

Tekadnya memeluk Islam sempat terbentur keluarga. Kedua orang tua dan sebagian keluarganya menentang niat Yulio pindah agama.

Namun, halangan itu tak menyurutkan tekad bulatnya menjadi seorang Muslim. Keseriusannya untuk berpindah akidah akhirnya mendapat restu dari kedua orang tuanya.

Sebelum Yulio mengucapkan dua kalimat syahadat, jumlah pemeluk Islam di kampung halamannya masih bisa dihitung jari. Ia mengaku pernah menyaksikan perayaan Idul Fitri di kampungnya hanya diikuti tak lebih dari 20 orang. 
Berjudi, berdansa, meminum sopi (minuman keras), dan memakan daging babi merupakan kebiasaan non-Muslim di kampung halamannya.

Yulio akhirnya hijrah dari tanah kelahiran dan agama yang dulu dianutnya. Bersama Ustaz Zakaria, ia berangkat ke Kota Dili, ibu kota Timor Leste sekarang.
Sebelumnya, mereka sempat singgah di Kota Bau Kau. Di kota itulah, Yulio masuk Islam dan mengucap dua kalimat syahadat di depan Ustaz Zakaria.

Peristiwa penting bagi kehidupan Yulio itu terjadi pada 28 Juni 1993, beberapa saat sebelum waktu Maghrib tiba.

Sejak itu, ia hanya ingin dipanggil dengan nama Muslim, karena namanya telah berubah dari Yulio da Costa Freitas menjadi Yulio Muslim da Costa.

Setelah menjadi Muslim, ia sempat bertanya kepada sang paman, apa yang harus dilakukan di awal keislamannya? Sang paman pun hanya berujar singkat agar Muslim tak terbebani, Ikuti saja apa pun yang imam lakukan dalam shalat.

Sejak saat itu, Muslim selalu mengikuti setiap gerakan yang dilakukan imam, bahkan di saat shalat dan imam selesai, kemudian sang imam berzikir sambil menggerak-gerakkan bibirnya.

''Padahal, saat itu saya tak tahu apa yang diikuti itu. Terkadang kalau mengingat kenangan itu, saya selalu menertawakan diri sendiri,'' ungkapnya tersenyum mengenang awal hijrahnya menjadi Muslim.

Sebelum berangkat ke Pulau Jawa, hampir dua pekan lamanya ia tinggal di Kota Dili. Muslim mengaku sempat gelisah karena temen-temennya dari Kabupaten Moro mulai berdatangan. Belum ada satu pun yang tahu di antara mereka kalau dirinya telah pindah keyakinan.

Untuk menutupinya, ia berusaha bersikap biasa terhadap mereka. Bahkan karena ajakan teman-temannya, ia sempat tergoda kembali untuk melakukan judi.

Satu hari sebelum keberangkatan ke Pulau Jawa pun ia masih sempat bermain judi di Pasar Bekora, sampai sedikit bekal dari keluarganya pun habis. Akhirnya, Muslim pun berbohong dan mengaku kecopetan.

Kapal Kalimutu membawanya ke Pulau Jawa. Ia lalu tinggal di salah satu Pondok Pesantren Paciran, Lamongan, Jawa Timur, tempat Ustaz Zakaria pernah menimba ilmu beberapa tahun yang lalu.

Di Paciran, Muslim sempat menimba ilmu sambil menunggu jemputan dari Pondok Pesantren Taruna Alquran Yogyakarta pimpinan KH Umar Budihargo.
Setibanya di Pondok Pesantren Taruna Alquran Yogyakarta, Muslim mengisi hari-harinya dengan mempelajari agama Islam. Berbekal semangat tinggi, ia akhirnya mampu membaca tulisan Arab.

Hanya dalam hitungan tiga pekan, Muslim sudah menamatkan buku Iqra. Setelah bisa membaca tulisan Arab, sedikit demi sedikit ia mulai menghafal surat-surat pendek.

Ketekunannya menghafal Alquran berbuah manis. Selama di pesantren itu ia mampu menghafal sembilan juz Alquran.

Melihat semangat Muslim yang begitu tinggi, KH Umar Budihargo mengirimnya ke salah satu pondok pesantren khusus tahfiz selama enam bulan.

Sekembalinya dari pondok tahfiz, Muslim mengikuti ujian SMP, dan dia lulus dengan hasil yang memuaskan. Sering kali dalam shalat-shalat malam, Muslim menangis mensyukuri hidayah Allah.

Muslim juga kadang sering berdoa meminta kepada Allah SWT agar tetapistiqamah untuk belajar agama Islam lebih mendalam lagi.

Doanya terkabul. Muslim menjadi salah satu santri yang ditunjuk untuk mengikuti tes seleksi melanjutkan studi ke kota Nabi saw, yaitu Madinah al-Munawarah.

Tanpa sengaja, Muslim sempat bertemu dan berbincang-bincang langsung dengan salah satu syekh penguji dari Madinah. Bermodalkan bahasa Arab sebisanya, Muslim memberanikan diri menceritakan sebagian dari kisah hidupnya.

Sang syekh sangat tertarik dengan cerita kehidupan mualafnya. Ulama dari Madinah itu meminta Muslim untuk membawa ijazah dan ingin mengujinya langsung.

Sembari menunggu pengumuman hasil tes penerimaan dari Madihah, KH Umar Budihargo memberi amanah kepada Muslim memegang pondok di Gunung Kidul, Karangmojo, Yogyakarta pada 1997.

Setahun kemudian, pengumuman hasil tes itu keluar. Ia menjadi salah seorang peserta yang terpilih untuk menimba ilmu di Kota Madinah. Pada Ramadhan tahun 1999, ia sempat pulang ke Tanah Air. Ia bermaksud untuk mengajak kedua orang tua dan adik-adiknya memeluk Islam.

Saat itu pascareferendum keluarganya sedang mengungsi di Kupang, NTT. Muslim pun bertemu dengan keluarganya, dan ia menyampaikan ajakannya itu. Namun, hidayah hanya milik Allah SWT. Saat itu, keluarganya belum merespons dakwahnya untuk memeluk Islam.

Ia akhirnya kembali dengan hati yang sedikit kecewa. Meski begitu, Muslim tak pernah berhenti berdoa agar keluarganya segera dibukakan pintu hatinya untuk menerima Islam. Doanya akhirnya dikabulkan.

Pada 2003, keluarganya berkunjung ke Yogyakarta, dan pada pertengahan tahun itu pula kedua orang tua dan empat adiknya bersyahadat dan memeluk Islam.

Yulio Muslim da Costa tak pernah berhenti bersyukur. Hidayah Allah SWT yang menuntunnya menjadi seorang Muslim, menjadi berkah bagi kehidupannya.

Muslim mengaku begitu besar nikmat yang diberikan sang Khalik kepada dirinya setelah memeluk Islam. Salah satu nikmat yang dirasakannya adalah pemahaman ilmu agama Islam.

Tujuh tahun lamanya Muslim menimba ilmu di kota Rasulullah saw, Madinah al Munawwarah Arab Saudi. Ia belajar di kota itu sejak 1998 hingga 2005 yang mengantarkannya menjadi sarjana syariah.

Ilmu itu digunakannya sebagai modal dan bekal dakwah Islam. Sampai saat ini ia selalu aktif mengader anak-anak dari kampungnya belajar di pesantren di daerah Jawa dan sekitarnya, dan mengajak orang-orang untuk masuk agama Islam.

Setelah menyelesaikan studinya, Muslim memilih berjuang bersama orang-orang Islam di bumi pertiwi, karena orang-orang Islam Indonesia memiliki semangat juang yang tinggi.

Muslim kembali ke Yogyakarta dan dipercaya KH Umar Budihargo memegang pondok tahfiz putra dan taklim bahasa Arab yang berada di Gunung Sempu, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lika-liku kehidupannya yang berawal dari nol sampai sekarang telah membuatnya belajar banyak hal. Selama 13 tahun meniti hidup di Kota Gudeg, ia selalu dipertemukan Allah SWT dengan kawan-kawan yang berjuang di jalan Allah.

Sampai akhirnya, berniat karena Allah semata, Muslim hijrah dengan mencari suasana baru di Kota Bogor, tepatnya Ciawi, beserta keluarga yang selalu mendukung setiap langkahnya sampai sekarang.

Pada 2006, Muslim diberi amanah dan kepercayaan oleh Yayasan Bina Duta Madani untuk memegang pondok tahfiz putra dan studi bahasa Arab di Pondok Pesantren Bina Madani, Bogor, Jawa Barat.

Pesantren ini bertujuan mencetak para hafiz yang mengamalkan dan mendakwahkan ilmunya. Muslim selalu berdoa semoga Allah senantiasa memberikan keistiqamahan dalam agama Islam, dan diberikan sebaik-baik penerus yang bermanfaat.

Ayah tiga putra: Yasir Muslim Dacosta, Ayub Muslim Dacosta, dan Saad Muslim Dacosta berniat mengembangkan dakwah di tanah kelahirannya Timor Leste dengan mendirikan pesantren tahfidz.
''Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa memudahkan jalan. Sehingga semakin banyak yang mempelajari Alquran,'' ungkapnya kepadaRepublika penuh optimisme.
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/13/05/30/mnlh11-yulio-muslim-da-costa-mualaf-hafal-alquran-30-juz-bagian4-habis

Arti Penting Tawakkal



Oleh: Ammi Nur Baits


Pengertian Tawakkal
Tawakkal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah dengan penuh kepercayaan kepadaNya disertai mengambil sebab yang diizinkan syariat. (Qoulul Mufid 2/52). Berdasarkan pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa tawakkal yang dilakukan seseorang bisa dinilai sebagai tawakkal yang dibenarkan jika terpenuhi dua syarat: [1] Kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah dan [2] Menggunakan sebab yang diizinkan syariat.
Kita ketahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling bertawakkal kepada Allah. Meskipun demikian, dalam perjalanan dakwahnya, beliau melakukan usaha dan menggunakan beberapa sebab yang diziinkan syariat. Ketika hijrah ke Madinah beliau menyewa orang badui yang bernama Abdullah bin ‘Uraiqith untuk dijadikan sebagai penunjuk jalan. Kita paham betul bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yakin Allah bisa menunjukkan jalan hijrahnya. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap menyewa orang lain sebagai penunjuk jalannya menuju Madinah. Ini hanya sekelumit contoh dari sekian perjalanan dakwah beliau.
Sesungguhnya Allah, Dzat yang Hakim, dengan hikmahNya, Dia menjadikan segala sesuatu itu ada sebabnya. Maka bagian dari keyakinan terhadap hikmah Allah adalah menggunakan sebab yang diizinkan syariat ketika hendak menmperoleh sesuatu. Sebaliknya orang yang melakukan sesuatu namun tidak menggunakan sebab yang diizinkan syariat maka dia dianggap telah mengingkari hikmah Allah.
Keutamaan Bertawakkal
1. Tawakkal adalah setengah agama
Sebagaimana yang tercantum dalam surat Al Fatihah ayat 5, Allah berfirman, yang artinya: “Hanya kepadaMu kami beribadah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan.” Para ahli tafsir menjelaskan bahwa induk Al Qur’an adalah surat Al Fatihah. Sedangkan inti dari surat Al Fatihah adalah ayat yang ke-5 di atas. Dengan kata lain, ajaran yang terkandung dalam ayat ini merupakan inti dari ajaran islam. Karena bagian inti dari islam adalah beribadah hanya kepada Allah semata. Sementara kita tidak mungkin bisa mewujudkan tujuan ini kecuali hanya dengan bantuan dari Allah. Penggalan pertama ayat ini: “hanya kepadaMu kami beribadah” merupakan tujuan ajaran islam, sedangkan penggalan kedua: “hanya kepadaMu kami memohon pertolongan” merupakan sarana untuk mewujudkan tujuan inti ajaran islam tersebut.
2. Tawakkal merupakan pondasi tegaknya iman dan terwujudnya amal shaleh
Ibnul Qoyyim menyatakan, “Tawakkal merupakan pondasi tegaknya iman, ihsan dan terwujudnya seluruh amal shaleh. Kedudukan tawakkal terhadap amal seseorang itu sebagaimana kedudukan rangka tubuh bagi kepala. Maka sebagaimana kepala itu tidak bisa tegak kecuali jika ada rangka tubuh, demikian pula iman dan tiang-tiang iman serta amal shaleh tidak bisa tegak kecuali di atas pondasi tawakkal.” (Dinukil dari Fathul Majid 341)
3. Tawakkal merupakan bukti iman seseorang
Allah berfirman, yang artinya: “Bertawakkal-lah kalian hanya kepada Allah jika kalian orang-orang yang beriman.” (QS. Al Maidah: 23). Ayat ini menunjukkan bahwa tawakkal hanya kepada Allah merupakan bagian dari iman dan bahkan syarat terwujudnya iman.
4. Tawakkal merupakan amal para Nabi ‘alahimus shalatu was salam
Hal ini sebagaimana keterangan Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma ketika menjelaskan satu kalimat: “hasbunallaah wa ni’mal wakiil” yang artinya, “Cukuplah Allah (menjadi penolong kami) dan Dia sebaik-baik Dzat tempat bergantungnya tawakkal.” Beliau mengatakan, “Sesungguhnya kalimat ini diucapkan oleh Nabi Ibrahim ‘alahis shalatu was salam ketika beliau dilempar ke api. Dan juga yang diucapkan Nabi Muhammad ‘alahis shalatu was salam ketika ada orang yang mengabarkan bahwa beberapa suku kafir jazirah arab telah bersatu untuk menyerang kalian (kaum muslimin)…” (HR. Al Bukhari & An Nasa’i).
5. Orang yang bertawakkal kepada Allah akan dijamin kebutuhannya
Allah berfirman, yang artinya, “Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (kebutuhannya).” (QS. At Thalaq: 3)
Macam-macam Tawakkal
Ditinjau dari sisi tujuanya, tawakkal dibagi menjadi dua macam:
1. Tawakkal kepada Allah
Bertawakkal kepada Allah merupakan bentuk ibadah yang sangat agung, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Tawakkal kepada Allah baru akan sempurna jika disertai keadaan hati yang merasa butuh kepada Allah dan merendahkan diri kepadaNya serta mengagungkannya.
2. Tawakkal kepada selain Allah
Bertawakkal kepada selain Allah ada beberapa bentuk:
  • Tawakkal dalam hal-hal yang tidak mampu diwujudkan kecuali oleh Allah, seperti menurunkan hujan, tolak balak, tercukupinya rizki dst. Tawakkal jenis ini hukumnya syirik besar.
  • Tawakkal dalam hal-hal yang hanya mampu dilakukan oleh Allah namun Allah jadikan sebagian makhluqnya sebagai sebab untuk terwujudnya hal tersebut. Misalnya kesehatan, tercukupinya rizqi, jaminan keamanan, dst. Yang bisa mewujudkan semua ini hanyalah Allah. Namun Allah jadikan dokter dan obat sebab terwujudnya kesehatan, Allah jadikan suami sebagai sebab tercukupinya rizqi keluarganya, Allah jadikan petugas keamanan sebagai sebab terwujudnya keamanan, dst.. Maka jika ada orang yang bersandar pada sebab tersebut untuk mewujudkan hal yang diinginkan maka hukumnya syirik kecil, atau sebagian ulama menyebut jenis syirik semacam ini dengan syirik khofi (samar). Namun sayangnya banyak orang yang kurang menyadari hal ini. Sering kita temukan ada orang yang terlalu memasrahkan kesembuhannya pada obat atau dokter. Termasuk juga ketergantungan hati para istri terhadap suaminya dalam masalah rizqi. Seolah telah putus harapannya untuk hidup ketika ditinggal mati suaminya… Semoga kita diselamatkan oleh Allah dari bencana yang sering menimpa hati manusia ini..
  • Tawakkal dalam arti mewakilkan atau menugaskan orang lain untuk melakukan tugasnya. Tawakkal jenis ini hukumnya mubah selama tidak disertai jiwa merasa butuh dan penyandaran hati kepada orang tersebut.
Arti Penting Tawakkal Dalam Beribadah
Terkait dengan masalah tawakkal, terdapat pelajaran yang sangat berharga dari keterangan Ibnul Qoyyim dalam Al Fawaid. Berikut adalah saduran dengan beberapa tambahan dari perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah:
Perlu kita pahami bahwa asas dari segala kebaikan adalah keyakinan bahwa segala sesuatu yang Allah kehendaki pasti terjadi dan apa yang tidak Allah kehendaki tidak akan terjadi. Karenanya para ulama sepakat bahwa asal dan sumber segala perbuatan baik yang dilakukan oleh hamba adalah karena nikmat Allah berupa taufiq yang Allah berikan kepadaNya. Para ulama juga sepakat bahwa asal dan sumber segala perbuatan buruk yang dilakukan oleh hamba adalah karena Allah meninggalkannya dan tidak memberikan taufiq kepadanya, yang pada hakekatnya ini merupakan hukuman yang Allah berikan kepadanya. Nabi ‘alahis shalatu was salam bersabda dalam sebuah hadis qudsi, “…barangsiapa yang mendapati kebaikan maka hendaknya dia memuji Allah dan barangsiapa yang mendapati selain itu maka hendaknya dia tidak menyalahkan kecuali dirinya sendiri.” (HR. Muslim).
Ulama juga sepakat bahwa yang dimaksud orang yang mendapatkan taufiq adalah orang yang tidak Allah biarkan untuk bersandar pada dirinya sendiri, namun jadikan dirinya sebagai orang yang selalu bersandar kepadaNya. Sebaliknya orang yang tidak diberi taufiq adalah orang yang dibiarkan oleh Allah untuk senantiasa bersandar pada dirinya sendiri dan lupa untuk bersandar kepada Allah.
Oleh karena itu, jika asas kebaikan adalah taufiq, sementara taufiq itu ada di tangan Allah dan bukan di tangan hamba, maka kunci pokok untuk bisa mendapatkan taufiq adalah dengan banyak berdo’a, disertai hati yang merasa butuh, penuh harap dan cemas dalam meminta taufiq kepadaNya. Siapa yang memiliki kunci yang istimewa ini, itu berarti tanda bahwa Allah berkehendak untuk membukakan pintu taufiq kepadanya. sebaliknya, orang yang tidak memiliki kunci ini maka pintu taufiq akan senantiasa tertutup untuknya. Mari sejenak kita pahami pernyataan Ibnul Qoyyim di atas. Dengan memahami apa yang beliau sampaikan, kita berharap bisa termasuk orang yang mendapatkan taufiq.
Berdasarkan keterangan beliau, orang yang ingin mendapatkan taufiq dalam beribadah kepada Allah, dituntut untuk senantiasa berusaha bersyukur kepada Allah terhadap hidayah yang Allah berikan dan berusaha untuk memohon kepada Allah agar taufiq tersebut dikekalkan dalam dirinya. Disamping itu, dia juga berusaha untuk senantiasa memohon kepada Allah agar dia dijauhkan dari segala bentuk perbuatan buruk yang merupakan sebab terputusnya taufiq.
Oleh karena itu, termasuk di antara ciri ahli taufiq (orang yang mendapat taufiq) adalah orang yang tidak percaya diri dalam agamanya dan tidak yakin mampu menjamin tetapnya hidayah yang ada pada dirinya. Dan ini merupakan kebiasaan Nabi Muhammad ‘alahis shalatu was salam dan para sahabatnya dan sifat orang-orang soleh yang mengikuti jejak mereka. Di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah kebiasaan beliau ketika pagi dan sore membaca: Yaa hayyu yaa qoyyuum, bi rahmatika astaghiitsu, ashlih-lii sya’-nii kullahuu, wa laa takilnii ‘alaa nafsii tharfata ‘ainin. [Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan Yang mengurusi kehidupan makhluqNya, dengan rahmatMu aku memohon pertolongan, perbaikilah seluruh urusanku, dan jangan Engkau pasrahkan pada diriku sekejap matapun] (HR. An Nasa’i dan Al Hakim, dishahihkan oleh Al Albani)
Nabi Muhammad ‘alahis shalatu was salam sadar bahwa dirinya adalah seorang utusan yang dilindungi oleh Allah dari kesesatan. Namun demikian, beliau tetap membiasakan do’a ini, yang menunjukkan bahwa beliau selalu memasrahkan urusannya, baik dunia maupun akhiratnya hanya kepada Allah semata. Beliau juga memohon agar jangan sampai itu dipasrahkan pada diri beliau sendiri.
Kemudian sebaliknya, sebab utama manusia sesat adalah karena tidak mendapat taufiq dari Allah. Dan umumnya ini terjadi pada orang yang terlalu berpangku pada kemampuan dirinya, atau pada orang yang merasa sombong dengan amalnya sehingga merasa pasti masuk surga. Sebagaimana disebutkan dalam hadis Ibn Mas’ud, di mana Nabi ‘alaihis shalatu was salam bersabda: ”… ada orang yang beramal dengan amalan penduduk surga, sehingga jarak antara dirinya dengan surga tinggal satu hasta. Namun ketetapan (catatan taqdir) telah mendahuluinya, kemudian dia melakukan perbuatan penduduk neraka dan akhirnya dia masuk ke neraka…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dijelaskan oleh sebagian ulama, bahwa salah satu sebab mengapa orang ini menjadi sesat dan mendapatkan su’ul khotimah adalah karena orang ini merasa sudah banyak beramal sehingga menyebabkan dia sombong dan selanjutnya tidak lagi butuh pada hidayah Allah. Akhirnya dia menjadi orang yang terlalu percaya diri dan berpangku pada pribadinya. Kemudian Allah tidak berikan hidayah kepadanya dan jadilah dia orang yang sesat. Semoga Allah melindungi kita… [Ammi Nur Baits]

Template by:

Free Blog Templates