hanya sedikit curhat pribadi, tak dibaca juga gak pa2, tak penting mungkin. ;)
sudah berlalu ternyata, tepatnya kemaren genap lima tahun aku merantau di jakarta.. sedikit flashback saja kebelakang mengingat perjalanan dan pengalaman yg telah ku dapat..
"Ada saatnyaa dimana kekalahan terasa manis, yaitu saat kita sudah melakukan ikhtiar yg terbaik". sepotong kata tersebut nampaknya sedikit mengambarkanya, di saat dunia dan masyarakat serba pragmatis dan semakin permisif dengan segala hal yg bersifat tabu sperti zaman dulu, entah kenapa sekarang begitu mudahnya perubahan2 dahsyat terjadi di sekitar kita, termasuk diri ini sendiri sebagai micro effectnya..
inilah hidup, segalanya harus di tempatkan pada maqomnya, kebaikan akan tetap baik selama di jalur kebaikan, dan keburukan meski dikemas dengan cara yg baik sekalipun tidak akan merubah esensi dr keburukan tersebut. sampai detik ini setidaknya belum banyak yg bisa ku lakukan, baik untuk diri ini sendiri terlebih bagi orang terdekat di sekitarku..
sambil mengelus dada, membesarkan hati.. nampaknya Allah belum mengaruniakan dan memberikan jalan yg saya inginkan, mungkin saja ditangguhkan menunggu ikhtiar dan kerja keras dari seorang hamba yang masih malas-malasan, kurang serius, suka bercanda, cerewet dsbg yg merupakan kekurangan2ku, yaa... paling tidak dalam hidup ini harus ada yg kita fokuskan.. mau fokus pada memperbaiki kekurangan atau fokus untuk mengupgrade kelebihan yg kita miliki?
yaa.. keduanya adalah bagian dari kita, dengan harapan kekurangan itu berkurang sedangkan kelebihan kita bertambah.. namu perlu kita ingat, bahwa tak cukup waktu dan kemampuan kita untuk menghandle keduanya, ada yg perlu diprioritaskan, kewajiban kita memang jaauuh lebih banyak daripada waktu yg telah Tuhan sediakan, sebagaimana idiom ini yg sering kita dengar dari seorang mujaddid terkenal itu.. setidaknya kita harus fokus pada kelebihan kita, karena kelebihan kita lah yang bisa memberi dan manfaat bagi orang lain, hidup ini adalah urusan melampau diri kita sendiri, mengalahkan kemalasan, ketidak percayaan diri, egois, egosentris dan lain sebagainya yg bisa menjatuhakn atau menghalangi kita untuk berada di puncak (insan madani) dan berada di atas rata2 orang lain disekitar kita.
pernah ku berpikir "tak setangguh seperti dulu" kata2 ini ternayat menjadi bumerang bagiku, serasa saya itu "mundur" iyaa lebih tepatnya, semacam sugesti kalo saya itu mundur dari sebelumnya, terkadang say memotivasi diri ini.. ingat rohmat yang selalu dapat rangking satu di sekolah, menjadi lulusan terbaik di ma'had, menjadi guru yang disukai muridnya, selalu bisa menyampaikan materi dengan cerdas, yang tegar mengahadapi cobaan, tak pernah mengeluh dengan keadaan, yang selalu juara dalam kerjaan, mendapat point tertinggi diantar para rekan marketing, yang semangat untuk kuliah meski sakit dan tidak punya uang rela jalan kaki pulang pergi dari rumah ke kampus...
ternyata itu saja tidak cukup, ada ruhiyah yang berkurang, ada momentum yang hilang. jujur saya bisa sedikit melihat penurunan itu sebab utamanya yg paling kentara adalah "tarkil ma'ash" yaitu begitu banyak maksiat yg saya lakukan, suka bermain hati/perasaan dengan yg bukan mahram, intens dengan mereka/meski bukan di dunia nyata, ternyata dapat saya tarik kesimpulan, masa-masa itu (dulu) adalah masa dimana masa-masa sekarng tidak saya temui.
saya teringat dari pidato kemenangan dari seorang qiyadah, bahwa islam akan bangkit ketika berada diposisi barat dalam keadaan hancur, sebagaimana barat memulai kejayaan mereka disaat posisi umat islam hancur (jatuhnya khalifah terakhir dinasti turki utsmani), saya harus mengambil kesimpulan jika kita ingin bangkit, kiat harus tahu dimana letak kita jatuh, kita harus bangun pondasi kemajuan itu dari sebab2 kemunduran..
masih ada waktu untuk belajar, meski kita tak tahu sampai kapan dan batas waktu yg Allah sediakan, kita harus maksimal mengelola diri kita, mengelola kekurangan dan kelebihan kita, terlebih kita harus membingkai kerja dan aktivitas kita dengan ibadah jika kita tidak mau diri kita di sebut dengan sekuler dalam lingkup kecil.
kita hidup di zaman serba instan, digital, budaya pop. segalanya harus kita tempatkan bukan kita hilangkan atu kita musnahkan, Islam sangat toleran terhadap perubahan dan sangat memfasilitasi itu, namun kita punya tugas utama yg tidak boleh kita lalaikan, bahwa kita bertanggung jawab tentunya pada diri kita, keluarga, masyarakat di sekitar kita. feedback dari kesolehan personal kita adalah kesolehan secara sosial..
satu kalimat penyemangatku bulan ini
" kerja keras dan bersungguh-sungguh tidak serta merta menjadikan orang itu kaya, begitupula bermalas-malasan dan semaunya sendiri tidak serta merta juga menjadikan orang itu miskin, akan tetapi Allah jauh lebih menyukai dan menghargai hambanya yang bekerja keras untuk mencapai apa yg ia inginkan dan cita-citakan".
#salamsemangat!
Mengatasi Rasa Rendah Diri
Perasaan rendah diri bisa membunuh kita. Tentunya bukan dalam pengertian membunuh secara fisik, melainkan membunuh karakter pribadi. Membunuh motivasi Orang yang rendah diri cederung menarik diri dari lingkungan. Kalaupun berbaur dengan orang lain, dia memposisikan dirinya di pojok ruangan yang nyaris tidak kelihatan. Orang-orang rendah diri tidak berani untuk menunjukkan ‘siapa dirinya’ dan ‘apa yang bisa dilakukannya’ lebih baik dari orang lain. Bukankah ini seperti sebuah kematian? Ya, kematian nilai diri seseorang.
Sifat rendah diri itu seperti keran air yang karatan. Dia sangat sulit untuk dibuka, sehingga air tidak bisa mengalir dengan lancar. Ada begitu banyak persediaan air dalam bak penampungan diatas atap, tetapi tidak bisa keluar karena alirannya terhalang oleh keran yang tersumbat. Ada begitu banyak persediaan potensi diri yang kita miliki, namun terkunci oleh perasaan rendah diri yang menghambat.
Bagi Anda yang tertarik untuk belajar mengatasi rasa rendah diri, saya ajak untuk memulainya dengan menerapkan 5 kemampuan Natural Intelligence berikut ini:
1. Menghargai diri sendiri.
Penyebab utama perasaan rendah diri bukanlah cara orang lain memperlakukan kita, melainkan bagaimana cara kita memberikan penghargaan kepada diri sendiri. Jika Anda sendiri menghargai diri sendiri dengan baik, orang lain tidak akan berhasil menjatuhkan mental Anda; sekalipun mereka berusaha untuk merendahkan Anda. Namun sebaik apapun orang lain memperlakukan Anda, jika Anda sendiri memandang rendah kepada diri sendiri maka Anda tetap akan menjadi pribadi yang rendah diri. Untuk bisa mengatasi rasa rendah diri kita harus mulai dengan cara menghargai diri sendiri dengan sepantasnya terlebih dahulu.
2. Mengambil kendali atas hidup Anda.
Mari perhatikan lagi orang-orang disekitar kita. Ada orang-orang yang wajahnya tidak secantik atau setampan kita. Pendidikannya tidak setinggi kita. Penampilannya tidak sebonafid kita. Tetapi mereka begitu percaya diri. Mereka tidak menghiraukan cibiran orang lain. Mereka tidak memperdulikan pandangan yang meremehkan. Walhasil, mereka dapat berkarya semaksimal mungkin, lalu menghasilkan pencapaian yang tinggi. Apakah Anda bisa menemukan orang yang seperti itu? Mereka telah membuktikan bahwa kemudi hidup berada dalam kendalinya, bukan ditentukan oleh penilaian orang lain atas dirinya. Dengan mengambil kendali hidup, mereka berkonsentrasi kepada usaha-usahanya. Meski pada awalnya berat, namun di garis akhir mereka mendapatkan penghargaan yang tinggi. Bahkan dari orang-orang yang sebelumnya menyepelekan.
3. Mengimbangi kekurangan dengan kelebihan diri.
Keliru jika kita mengira orang lain lebih beruntung dari diri kita. Faktanya, setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Orang-orang yang rendah diri adalah mereka yang terkurung dalam zona kekurangan dirinya sambil membiarkan potensi dirinya tersia-siakan. Sebaliknya, orang-orang yang berhasil bukanlah mereka yang tidak memiliki kekurangan, melainkan yang senantiasa berfokus pada usaha untuk mengoptimalkan kelebihan yang dimilikinya. Mereka menyadari kekurangan dirinya, namun mengimbangi kekurangan itu dengan kelebihan dirinya.
4. Mengembangkan diri tiada henti. Diatas gunung ada gunung.
Bahkan sekalipun Anda seorang yang percaya diri, bisa jadi merasa rendah diri ketika berhadapan dengan orang lain yang tingkatannya lebih tinggi dari Anda. Seorang Manager mungkin merasa lebih superior dihadapan para staffnya. Namun, ketika berhadapan dengan para direktur? Gemetaran juga, bukan? Hal itu bisa diatasi dengan usaha mengembangkan diri secara terus menerus. Faktanya, orang lebih menghormati kemampuan seseorang daripada jabatan yang disandangnya. Meski jabatan Anda tinggi, jika kapasitas aktual Anda tidak sepadan; orang lain akan meremehkan Anda. Tetapi, sekalipun jabatan Anda biasa saja; jika Anda bisa menunjukkan kapasitas diri yang tinggi, orang tetap menghargai Anda.
5. Berkontrisbusi kepada orang lain.
Fakta menunjukkan jika siapapun sangat menyukai orang-orang yang memberi kontribusi. Ketika seseorang mampu berkontribusi, dia langsung dihormati tanpa ditanya; berapa banyak uang yang Anda miliki? Seseorang yang berkontribusi dimuliakan tanpa dipermasalahkan apakah hidungnya mancung atau pesek, apakah dia seorang pejabat atau rakyat. Jika hidup kita masih dirundung rasa rendah diri, itu mungkin karena kita belum berkontribusi. Berkontribusilah kepada orang lain, maka Anda akan dihormati. Kemudian dengan kehormatan yang Anda dapatkan itu, rasa rendah diri akan sirna dengan sendirinya.
Setiap manusia sama kedudukannya. Yang membedakan adalah; apakah dia bisa memberi manfaat atau tidak. Guru kehidupan saya bahkan mengajarkan bahwa: ”sebaik-baik manusia adalah dia yang paling banyak memberi manfaat kepada orang lain.” Betapa bangganya kita ketika bisa memberi manfaat. Ini bukan tentang rasa bangga dihadapan sesama manusia, melainkan kebanggaan dihadapan Tuhan. Karena dengan manfaat yang kita tebarkan, kita ikut menunjukkan; betapa Tuhan itu senang menebarkan kebaikan.
***