Oleh: Ammi Nur Baits
Pengertian Tawakkal
Tawakkal adalah menyerahkan segala
urusan kepada Allah dengan penuh kepercayaan kepadaNya disertai
mengambil sebab yang diizinkan syariat. (Qoulul Mufid 2/52).
Berdasarkan pengertian ini, dapat disimpulkan bahwa tawakkal yang
dilakukan seseorang bisa dinilai sebagai tawakkal yang dibenarkan jika
terpenuhi dua syarat: [1] Kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah dan [2] Menggunakan sebab yang diizinkan syariat.
Kita ketahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah orang yang paling bertawakkal kepada Allah. Meskipun demikian,
dalam perjalanan dakwahnya, beliau melakukan usaha dan menggunakan
beberapa sebab yang diziinkan syariat. Ketika hijrah ke Madinah beliau
menyewa orang badui yang bernama Abdullah bin ‘Uraiqith untuk dijadikan
sebagai penunjuk jalan. Kita paham betul bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yakin Allah bisa menunjukkan jalan hijrahnya. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tetap menyewa orang lain sebagai penunjuk jalannya menuju Madinah. Ini
hanya sekelumit contoh dari sekian perjalanan dakwah beliau.
Sesungguhnya Allah, Dzat yang Hakim,
dengan hikmahNya, Dia menjadikan segala sesuatu itu ada sebabnya. Maka
bagian dari keyakinan terhadap hikmah Allah adalah menggunakan sebab
yang diizinkan syariat ketika hendak menmperoleh sesuatu. Sebaliknya
orang yang melakukan sesuatu namun tidak menggunakan sebab yang
diizinkan syariat maka dia dianggap telah mengingkari hikmah Allah.
Keutamaan Bertawakkal
1. Tawakkal adalah setengah agama
Sebagaimana yang tercantum dalam surat Al Fatihah ayat 5, Allah berfirman, yang artinya: “Hanya kepadaMu kami beribadah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan.” Para ahli tafsir menjelaskan bahwa induk Al Qur’an adalah surat Al Fatihah. Sedangkan inti dari surat Al Fatihah adalah ayat yang ke-5 di atas. Dengan kata lain, ajaran yang terkandung dalam ayat ini merupakan inti dari ajaran islam. Karena bagian inti dari islam adalah beribadah hanya kepada Allah semata. Sementara kita tidak mungkin bisa mewujudkan tujuan ini kecuali hanya dengan bantuan dari Allah. Penggalan pertama ayat ini: “hanya kepadaMu kami beribadah” merupakan tujuan ajaran islam, sedangkan penggalan kedua: “hanya kepadaMu kami memohon pertolongan” merupakan sarana untuk mewujudkan tujuan inti ajaran islam tersebut.
Sebagaimana yang tercantum dalam surat Al Fatihah ayat 5, Allah berfirman, yang artinya: “Hanya kepadaMu kami beribadah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan.” Para ahli tafsir menjelaskan bahwa induk Al Qur’an adalah surat Al Fatihah. Sedangkan inti dari surat Al Fatihah adalah ayat yang ke-5 di atas. Dengan kata lain, ajaran yang terkandung dalam ayat ini merupakan inti dari ajaran islam. Karena bagian inti dari islam adalah beribadah hanya kepada Allah semata. Sementara kita tidak mungkin bisa mewujudkan tujuan ini kecuali hanya dengan bantuan dari Allah. Penggalan pertama ayat ini: “hanya kepadaMu kami beribadah” merupakan tujuan ajaran islam, sedangkan penggalan kedua: “hanya kepadaMu kami memohon pertolongan” merupakan sarana untuk mewujudkan tujuan inti ajaran islam tersebut.
2. Tawakkal merupakan pondasi tegaknya iman dan terwujudnya amal shaleh
Ibnul Qoyyim menyatakan, “Tawakkal merupakan pondasi tegaknya iman, ihsan dan terwujudnya seluruh amal shaleh. Kedudukan tawakkal terhadap amal seseorang itu sebagaimana kedudukan rangka tubuh bagi kepala. Maka sebagaimana kepala itu tidak bisa tegak kecuali jika ada rangka tubuh, demikian pula iman dan tiang-tiang iman serta amal shaleh tidak bisa tegak kecuali di atas pondasi tawakkal.” (Dinukil dari Fathul Majid 341)
Ibnul Qoyyim menyatakan, “Tawakkal merupakan pondasi tegaknya iman, ihsan dan terwujudnya seluruh amal shaleh. Kedudukan tawakkal terhadap amal seseorang itu sebagaimana kedudukan rangka tubuh bagi kepala. Maka sebagaimana kepala itu tidak bisa tegak kecuali jika ada rangka tubuh, demikian pula iman dan tiang-tiang iman serta amal shaleh tidak bisa tegak kecuali di atas pondasi tawakkal.” (Dinukil dari Fathul Majid 341)
3. Tawakkal merupakan bukti iman seseorang
Allah berfirman, yang artinya: “Bertawakkal-lah kalian hanya kepada Allah jika kalian orang-orang yang beriman.” (QS. Al Maidah: 23). Ayat ini menunjukkan bahwa tawakkal hanya kepada Allah merupakan bagian dari iman dan bahkan syarat terwujudnya iman.
Allah berfirman, yang artinya: “Bertawakkal-lah kalian hanya kepada Allah jika kalian orang-orang yang beriman.” (QS. Al Maidah: 23). Ayat ini menunjukkan bahwa tawakkal hanya kepada Allah merupakan bagian dari iman dan bahkan syarat terwujudnya iman.
4. Tawakkal merupakan amal para Nabi ‘alahimus shalatu was salam
Hal ini sebagaimana keterangan Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma ketika menjelaskan satu kalimat: “hasbunallaah wa ni’mal wakiil” yang artinya, “Cukuplah Allah (menjadi penolong kami) dan Dia sebaik-baik Dzat tempat bergantungnya tawakkal.” Beliau mengatakan, “Sesungguhnya kalimat ini diucapkan oleh Nabi Ibrahim ‘alahis shalatu was salam ketika beliau dilempar ke api. Dan juga yang diucapkan Nabi Muhammad ‘alahis shalatu was salam ketika ada orang yang mengabarkan bahwa beberapa suku kafir jazirah arab telah bersatu untuk menyerang kalian (kaum muslimin)…” (HR. Al Bukhari & An Nasa’i).
Hal ini sebagaimana keterangan Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma ketika menjelaskan satu kalimat: “hasbunallaah wa ni’mal wakiil” yang artinya, “Cukuplah Allah (menjadi penolong kami) dan Dia sebaik-baik Dzat tempat bergantungnya tawakkal.” Beliau mengatakan, “Sesungguhnya kalimat ini diucapkan oleh Nabi Ibrahim ‘alahis shalatu was salam ketika beliau dilempar ke api. Dan juga yang diucapkan Nabi Muhammad ‘alahis shalatu was salam ketika ada orang yang mengabarkan bahwa beberapa suku kafir jazirah arab telah bersatu untuk menyerang kalian (kaum muslimin)…” (HR. Al Bukhari & An Nasa’i).
5. Orang yang bertawakkal kepada Allah akan dijamin kebutuhannya
Allah berfirman, yang artinya, “Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (kebutuhannya).” (QS. At Thalaq: 3)
Allah berfirman, yang artinya, “Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (kebutuhannya).” (QS. At Thalaq: 3)
Macam-macam Tawakkal
Ditinjau dari sisi tujuanya, tawakkal dibagi menjadi dua macam:
1. Tawakkal kepada Allah
Bertawakkal kepada Allah merupakan bentuk ibadah yang sangat agung, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Tawakkal kepada Allah baru akan sempurna jika disertai keadaan hati yang merasa butuh kepada Allah dan merendahkan diri kepadaNya serta mengagungkannya.
Bertawakkal kepada Allah merupakan bentuk ibadah yang sangat agung, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Tawakkal kepada Allah baru akan sempurna jika disertai keadaan hati yang merasa butuh kepada Allah dan merendahkan diri kepadaNya serta mengagungkannya.
2. Tawakkal kepada selain Allah
Bertawakkal kepada selain Allah ada beberapa bentuk:
Bertawakkal kepada selain Allah ada beberapa bentuk:
- Tawakkal dalam hal-hal yang tidak mampu diwujudkan kecuali oleh Allah, seperti menurunkan hujan, tolak balak, tercukupinya rizki dst. Tawakkal jenis ini hukumnya syirik besar.
- Tawakkal dalam hal-hal yang hanya mampu dilakukan oleh Allah namun Allah jadikan sebagian makhluqnya sebagai sebab untuk terwujudnya hal tersebut. Misalnya kesehatan, tercukupinya rizqi, jaminan keamanan, dst. Yang bisa mewujudkan semua ini hanyalah Allah. Namun Allah jadikan dokter dan obat sebab terwujudnya kesehatan, Allah jadikan suami sebagai sebab tercukupinya rizqi keluarganya, Allah jadikan petugas keamanan sebagai sebab terwujudnya keamanan, dst.. Maka jika ada orang yang bersandar pada sebab tersebut untuk mewujudkan hal yang diinginkan maka hukumnya syirik kecil, atau sebagian ulama menyebut jenis syirik semacam ini dengan syirik khofi (samar). Namun sayangnya banyak orang yang kurang menyadari hal ini. Sering kita temukan ada orang yang terlalu memasrahkan kesembuhannya pada obat atau dokter. Termasuk juga ketergantungan hati para istri terhadap suaminya dalam masalah rizqi. Seolah telah putus harapannya untuk hidup ketika ditinggal mati suaminya… Semoga kita diselamatkan oleh Allah dari bencana yang sering menimpa hati manusia ini..
- Tawakkal dalam arti mewakilkan atau menugaskan orang lain untuk melakukan tugasnya. Tawakkal jenis ini hukumnya mubah selama tidak disertai jiwa merasa butuh dan penyandaran hati kepada orang tersebut.
Arti Penting Tawakkal Dalam Beribadah
Terkait dengan masalah tawakkal, terdapat pelajaran yang sangat berharga dari keterangan Ibnul Qoyyim dalam Al Fawaid. Berikut adalah saduran dengan beberapa tambahan dari perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah:
Perlu kita pahami bahwa asas dari segala
kebaikan adalah keyakinan bahwa segala sesuatu yang Allah kehendaki
pasti terjadi dan apa yang tidak Allah kehendaki tidak akan terjadi.
Karenanya para ulama sepakat bahwa asal dan sumber segala perbuatan baik
yang dilakukan oleh hamba adalah karena nikmat Allah berupa taufiq yang
Allah berikan kepadaNya. Para ulama juga sepakat bahwa asal dan sumber
segala perbuatan buruk yang dilakukan oleh hamba adalah karena Allah
meninggalkannya dan tidak memberikan taufiq kepadanya, yang pada
hakekatnya ini merupakan hukuman yang Allah berikan kepadanya. Nabi ‘alahis shalatu was salam bersabda dalam sebuah hadis qudsi, “…barangsiapa
yang mendapati kebaikan maka hendaknya dia memuji Allah dan barangsiapa
yang mendapati selain itu maka hendaknya dia tidak menyalahkan kecuali
dirinya sendiri.” (HR. Muslim).
Ulama juga sepakat bahwa yang dimaksud orang yang mendapatkan taufiq adalah orang yang tidak
Allah biarkan untuk bersandar pada dirinya sendiri, namun jadikan
dirinya sebagai orang yang selalu bersandar kepadaNya. Sebaliknya orang
yang tidak diberi
taufiq adalah orang yang dibiarkan oleh Allah untuk senantiasa bersandar
pada dirinya sendiri dan lupa untuk bersandar kepada Allah.
Oleh karena itu, jika asas kebaikan
adalah taufiq, sementara taufiq itu ada di tangan Allah dan bukan di
tangan hamba, maka kunci pokok untuk bisa mendapatkan taufiq adalah
dengan banyak berdo’a, disertai hati yang merasa butuh, penuh harap dan
cemas dalam meminta taufiq kepadaNya. Siapa yang memiliki kunci yang
istimewa ini, itu berarti tanda bahwa Allah berkehendak untuk membukakan
pintu taufiq kepadanya. sebaliknya, orang yang tidak memiliki kunci ini
maka pintu taufiq akan senantiasa tertutup untuknya. Mari sejenak kita
pahami pernyataan Ibnul Qoyyim di atas. Dengan memahami apa yang beliau
sampaikan, kita berharap bisa termasuk orang yang mendapatkan taufiq.
Berdasarkan keterangan beliau, orang
yang ingin mendapatkan taufiq dalam beribadah kepada Allah, dituntut
untuk senantiasa berusaha bersyukur kepada Allah terhadap hidayah yang
Allah berikan dan berusaha untuk memohon kepada Allah agar taufiq
tersebut dikekalkan dalam dirinya. Disamping itu, dia juga berusaha
untuk senantiasa memohon kepada Allah agar dia dijauhkan dari segala
bentuk perbuatan buruk yang merupakan sebab terputusnya taufiq.
Oleh karena itu, termasuk di antara ciri
ahli taufiq (orang yang mendapat taufiq) adalah orang yang tidak
percaya diri dalam agamanya dan tidak yakin mampu menjamin tetapnya
hidayah yang ada pada dirinya. Dan ini merupakan kebiasaan Nabi Muhammad
‘alahis shalatu was salam dan para sahabatnya dan sifat
orang-orang soleh yang mengikuti jejak mereka. Di antara dalil yang
menunjukkan hal tersebut adalah kebiasaan beliau ketika pagi dan sore
membaca: Yaa hayyu yaa qoyyuum, bi rahmatika astaghiitsu, ashlih-lii sya’-nii kullahuu, wa laa takilnii ‘alaa nafsii tharfata ‘ainin.
[Wahai Dzat Yang Maha Hidup dan Yang mengurusi kehidupan makhluqNya,
dengan rahmatMu aku memohon pertolongan, perbaikilah seluruh urusanku,
dan jangan Engkau pasrahkan pada diriku sekejap matapun] (HR. An Nasa’i
dan Al Hakim, dishahihkan oleh Al Albani)
Nabi Muhammad ‘alahis shalatu was salam
sadar bahwa dirinya adalah seorang utusan yang dilindungi oleh Allah
dari kesesatan. Namun demikian, beliau tetap membiasakan do’a ini, yang
menunjukkan bahwa beliau selalu memasrahkan urusannya, baik dunia maupun
akhiratnya hanya kepada Allah semata. Beliau juga memohon agar jangan
sampai itu dipasrahkan pada diri beliau sendiri.
Kemudian sebaliknya, sebab utama manusia
sesat adalah karena tidak mendapat taufiq dari Allah. Dan umumnya ini
terjadi pada orang yang terlalu berpangku pada kemampuan dirinya, atau
pada orang yang merasa sombong dengan amalnya sehingga merasa pasti
masuk surga. Sebagaimana disebutkan dalam hadis Ibn Mas’ud, di mana Nabi
‘alaihis shalatu was salam bersabda: ”… ada orang yang
beramal dengan amalan penduduk surga, sehingga jarak antara dirinya
dengan surga tinggal satu hasta. Namun ketetapan (catatan taqdir) telah
mendahuluinya, kemudian dia melakukan perbuatan penduduk neraka dan
akhirnya dia masuk ke neraka…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dijelaskan oleh sebagian ulama, bahwa salah satu sebab mengapa orang ini menjadi sesat dan mendapatkan su’ul khotimah
adalah karena orang ini merasa sudah banyak beramal sehingga
menyebabkan dia sombong dan selanjutnya tidak lagi butuh pada hidayah
Allah. Akhirnya dia menjadi orang yang terlalu percaya diri dan
berpangku pada pribadinya. Kemudian Allah tidak berikan hidayah
kepadanya dan jadilah dia orang yang sesat. Semoga Allah melindungi
kita… [Ammi Nur Baits]
0 komentar:
Posting Komentar
bangunan ini tak bisa berdiri tanpa campurtangan anda..!!