Kamis, 29 September 2011

Tujuan pendidikan islam

Oleh : Anom Wiratmoyo

Tujuan utama pendidikan Islam haruslah untuk mengenal Allah, mencintai-Nya dan mematuhi semua perintah dan larangan-Nya. Tujuan itu dapat terwujud hanya jika murid memiliki keyakinan hanyalah Islam jalan hidupnya dan mengamalkan prinsip-prinsip Islam dalam semua aspek kehidupannya, sesuai dengan tauladan Rasulullah SAW.

Tantangan utamanya adalah bagaimana menyediakan disain kurikulum yang dapat memenuhi tujuan utama di atas sekaligus memenuhi kebutuhan dan pandangan masyarakat Muslim di era global. Al-Imam Al-Ghazali dalam Minhajul Abidin menawarkan tujuh tangga kurikulum pendidikan Islam, yaitu : Al-Ilmu, At-Taubat, Al-Awa’iq (penghalang), Al-Awaridh (penggoda), Al-Bawa’its (motivasi), Al-Qowadhih (pencela) dan Al-Hamdu wa Asy-Syukru (puji dan syukur).

Saat ini sekolah Islam masih sangat dipengaruhi kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah. Disain kurikulum yang dibangun adalah untuk mengenal cara kerja dunia dan bagaimana mengendalikannya untuk kepentingan hidup di dunia. Walaupun secara filosofis seharusnya dilandasi nila-nilai keagamaan, dalam implementasinya kurang mendasari pengembangan keimanan yang kokoh.

Sekolah Islam mengintervensi kurikulum nasionl hanya sebatas mengasosiasikan materi pelajaran dengan prinsip-prinsip Islam. Adapun tujuan kurikulum yang dirumuskan dalam SKL (Standar Kompetensi Lulusan), SK (Standar Kompetensi), KD (Kompetensi Dasar) dan Indikator masih lebih banyak mengikuti pola pikir sekuler.

Kurikulum yang islami harus memenuhi kriteria yang dideskripsikan dalam tangga-tangga berikut:

Tangga pertama, yaitu Al-Ilmu, menjelaskan bahwa tujuan ilmu haruslah bermuara pada tiga hal, yaitu : 1) memahami bahwa seluruh aspek kehidupan haruslah memiliki nilai ibadah, 2) Zat yang wajib diibadahi hanyalah Allah SWT, dan 3) memahami bagaimana cara ibadah yang benar.

Tangga At-Taubat berarti disain kurikulum harus mengantarkan anak didik kembali kepada tiga tujuan ilmu di atas. Mulai dari Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak tiga tujuan ilmu ini sudah harus ditanamkan. Jenjang pendidikan berikutnya ditandai dengan materi yang lebih luas dan dalam. Seluruh tujuan pendidikan dan pembelajaran harus merujuk kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Materi pelajaran tidak hanya diberi atribut prinsip-prinsip Islam tetapi diberi nilai yang digali langsung dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Tangga Al-Awa’iq menjelaskan empat langkah menghadapi empat nilai sekuler dalam pembelajaran, yaitu : duniawi, demokrasi, nafsu dan syaitan. Empat nilai sekuler yang menjadi penyakit bagi kurikulum Islam ini dapat diobati dengan : 1) at-tajarrud (jernih), yaitu memandang dunia dengan jernih bahwa dunia adalah alat atau ladang menuju kebahagiaan akherat; 2) at-taffarud (mengasingkan), mengasingkan diri dari pandangan-pandangan umum manusia yang cenderung mendahulukan kepentingan dunia dari akherat; 3) al-qohru (mengendalikan), yaitu bagaimana mengendalikan nafsu yang melekat pada diri manusia; dan 4) al-muharobah (memerangi), tiada jalan lain dalam menghadapi syaitan kecuali dengan memeranginya.

Tangga Al-Awaridh menjelaskan empat langkah menghadapi empat nilai-nilai negatif kemanusiaan, yaitu : rizki, khowatir (lintasan buruk), syadaaid (penderitaan) dan taqdir (ketetapan Allah). Obat untuk menghadapi empat penggoda ini adalah : 1) At-tawakkal, yaitu meyakini bahwa rizki telah ditetapkan oleh Allah tetapi upaya mencarinya merupakan wujud ibadah; 2) At-tafwidh, berserah diri kepada Allah dan yakin bahwa Allah akan memberi jalan kemudahan; 3) Ash-shobru, jika terkena penderitaan yang menghambat perjalanan maka sabar adalah jalan terbaik; 4) At-taqdir, taqdir sering diartikan negatif yang menghalangi manusia beramal, obat yang terbaik mengatasinya adalah dengan jalan ridho.

Tangga Al-Bawa’its menjelaskan bagaimana cara mengatasi kejenuhan dan demotivasi, yaitu dengan sifat Ar-Roja’ (penuh harap) dan Al-Khouf (rasa takut). Harapan berarti seluruh motivasi belajar adalah untuk mencapai ridho dan rahmat Allah SWT. Harapan saja tidak cukup mendorong perilaku seseorang, dibutuhkan juga rasa takut.

Tangga Al-Qowadhih menjelaskan bahwa setelah mencapai kesuksesan manusia cenderung ingin dipuji, atau riya. Jika ia bisa mengatasi keinginan dipuji oleh orang lain, ia terjebak untuk memuji dirinya sendiri, atau ’ujub. Dua hal ini akan menghalangi perjalanan murid untuk mengenal dan mencintai Allah SWT. Obat untuk mengatasi dua penyakit ini adalah al-Ikhlash dan adz-Dzikru al-Minnah.

Ada rasa bangga bahwa Allah telah memilihnya. Menjadikannya sukses dan mengenal Allah SWT. Ia tenggelam dalam lautan ni’mat dan jasa Allah SWT. Ia diberi taufiq dan hidayah, pertolongan dan perdorong, penguat dan pendukung. Dengan izin Allah ia pun menyadari bahwa itu adalah sifat ketergelinciran atau ghurur. Ia harus sangat berhati-hati menghadapinya, karena keadaannya yang sangat lembut. Ia pun terus-menerus bermunajat kepada Allah. Sampailah munajatnya itu pada dorongan untuk terus-menerus memuji dan bersyukur hanya kepada Allah. Inilah tangga Al-Hamdu wa Asy-Syukru.

Ir. Anom Wiratmoyo,M M adalah Kepala SMA Insan Kamil Bogor

0 komentar:

Posting Komentar

bangunan ini tak bisa berdiri tanpa campurtangan anda..!!

Template by:

Free Blog Templates